Aborsi, Pasangan Kekasih Status Mahasiswa Ditangkap Polisi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NTB.
Sepasang kekasih masih berstatus mahasiswa, AP (21 tahun) dan HS (19 tahun) asal Sumbawa kini meringkuk di ruang tahanan Polresta Mataram.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana pengguguran janin (aborsi). Pasangan kekasih yang masih kuliah ini rupanya tidak siap menerima buah cinta mereka. Khawatir menjadi aib keluarga, keduanya nekat dan sepakat melakukan aborsi.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Kadek Adi Budi Astawa, (17/12) mengungkapkan, Polresta Mataram awalnya pada hari Jumat (4/12) mendapat informasi dari petugas IGD RSUD Kota Mataram. Bahwa ada pasien pendarahan di rumah sakit. Diduga sudah mengkonsumsi obat aborsi sebelum pendarahan. Karena beberapa saat kemudian janin keluar dari rahim AP (21).
"Petugas medis mencoba memberikan pertolongan. Tapi janin yang diperkirakan berusia enam bulan itu meninggal dunia," terang Kasat Kadek Adi Budi Astawa.
Diungkapkan Kasat Reskrim, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram langsung melakukan penyelidikan selanjutnya. Setelah diperiksa selama 1x24 jam.
"Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan untuk pengembangan lebih lanjut," jelas Kasat Reskrim.
Diakui oleh kedua pelaku, bahwa sudah empat tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Dengan pergaulan yang cukup bebas.
"AP tidak menyangka dirinya sudah hamil enam bulan. Belum siap menerima buah cintanya hadir ke dunia," lanjut Kasat lagi.
Kemudian keduanya sepakat untuk menggugurkan kandungan, dengan membeli obat melalui Situs Online. Jenis obatnya saat ini masih didalami polisi.
Diakui pelaku ia membeli obat penggugur kandungan seharga Rp 1 juta per tablet. Dan pelaku sudah membeli sebanyak empat tablet (Rp4 juta).
"Motif pasangan kekasih tersebut melakukan aborsi karena keduanya panik dan takut diketahui oleh orang tua masing-masing karena hamil di luar nikah," kata Kadek Budi Adi Astawa.
Dengan perbuatannya, kedua sejoli diamankan di Polresta Mataram. Keduanya terancam dijerat Pasal 77 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Reporter: bbn/lom