Raksasa NATO Jadi Korban Terbaru Perang Rusia-Ukraina
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Perang Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung lebih dari setahun terus menyeret sejumlah negara lain untuk terlibat. Hal tersebut menjadi bumerang bagi Jerman yang mulai mengalami krisis sumber daya militer.
Menteri Pertahanan Boris Pistorius mengatakan militer anggota NATO tersebut tidak dapat sepenuhnya mengisi kekosongan yang ada pada 2030. Kondisi itu terjadi ketika Berlin berusaha untuk mereformasi angkatan bersenjatanya menyusul invasi Rusia ke Ukraina.
"Kita semua tahu bahwa kesenjangan yang ada tidak dapat ditutup sepenuhnya pada 2030... Itu akan memakan waktu bertahun-tahun. Semua orang menyadarinya," kata Pistorius dalam wawancara dengan surat kabar Welt am Sonntag, dikutip dari Reuters, Minggu (2/4/2023).
Menurut para ahli, kurangnya investasi selama beberapa dekade sejak berakhirnya Perang Dingin telah membuat Bundeswehr, angkatan bersenjata Jerman, berada dalam kondisi yang lebih buruk dari tahun lalu karena senjata dan amunisi yang disumbangkan ke Ukraina sebagian besar belum diganti.
Adapun, Pistorius menolak pengiriman senjata lebih lanjut ke Ukraina dari persediaan Bundeswehr di luar komitmen yang diumumkan.
"Terus terang, seperti negara lain, kami memiliki inventaris terbatas. Sebagai menteri pertahanan federal, saya tidak bisa memberikan semuanya," katanya.
Menteri yang diangkat awal tahun ini mengatakan peningkatan anggaran pertahanan untuk mencapai target pengeluaran NATO sebesar 2 persen dari output nasional, dari saat ini sekitar 1,5 persen, adalah prioritas utamanya.
"Kalau itu kemudian dijalankan pada akhir periode (legislatif), maka saya akan puas," tambahnya.
Jerman juga merencanakan misi angkatan laut di kawasan Indo-Pasifik tahun depan dan mengintensifkan kemitraannya dengan negara-negara utama di kawasan itu, seperti Jepang, Australia, India, india, Korea Selatan, dan Singapura.(sumber: cnbcindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net