search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Makna Tradisi Mekering-Keringan dan Colek Adeng di Banyuning
Jumat, 28 April 2023, 08:49 WITA Follow
image

beritabali/ist/Makna Tradisi Mekering-Keringan dan Colek Adeng di Banyuning.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BULELENG.

Kelurahan Banyuning di Kecamatan Buleleng memiliki tradisi unik yang dilakukan setiap piodalan di Pura Ageng Pura Gede Pemayun Banyuning, bahkan tradisi itu hingga kini masih terus dilakukan dan tidak tergerus dengan tekhnologi informasi saat ini.

Tradisi yang turun temurun dan telah diwariskan sejak lama serta harus dilaksanakan, secara khusus di Pura Gede Pemayun Banyuning diantaranya tradisi mepelalian mekering-keringan yang disertai berbagai permainan tradisional dan lumpur yang berlangsung selama tiga hari dan juga tradisi colek adeng saat rangkaian upacara akan selesai.

Kelian Banjar Adat Banyuning Tengah Nyoman Darwin Setiabudi menuturkan tradisi dan keunikan yang dimiliki dan dilakukan di Pura Gede Pemayun Banyuning, bahkan tradisi tersebut masih terus dilakukan termasuk masih mengali berbagai tradisi lainnya.

“Setelah puncak upacara, biasanya di pura lainnya itu nyejer akan berlangsung selama tiga hari, namun di Pura Gede Pemayun akan berlangsung selama lima hari. Nah disinilah kita mengisi dengan tradisi mepelalian mekering-keringan yang ada permainan tradisional,” papar Darwin, Kamis 27 April 2023.

Darwin Setiabudi mengungkapkan, saat pelaksanaan tradisi selama tiga hari itu, seluruh masyarakat datang ke pura dan berbagai permainan tradisional dilakukan bersama, bahkan halaman pura berubah menjadi areal lumpur.

“Tradisi mekering-keringan (Mepelalian) Colek Colekan Adeng diseluruh badan dan wajah diareal pura  yang disiram sehingga bergembira ria dilakukan oleh kaum muda-mudi selaku pewaris dan  pengempon pura Ageng Pura Gede Pemayun. Biasanya colek adeng akan dilakukan di hari ketiga atau saat akan nyineb,” ungkap Darwin.

Darwin Setiabudi menyebutkan, selama rangkaian tradisi mekering-keringan tersebut berlangsung, krama di Banyuning akan terus berkumpul, utamanya anak-anak muda yang meluapkan kegembiraanya dengan bermain air, mencari rekanya yang bersembunyi dan belum kena basah digotong dilumuri lumpur, bahkan saling colek adeng yang diambil dari pewaregan atau dapur pura.

“Ada ungkapan rasa syukur dan kegembiraan karena sudah menyelesaikan piodalan. Setelah Mecolek adeng yang dimiliki oleh leluhur terdahulu yaitu Ida Batara Ngurah Semar dilaksanakan acara mepeningan alias mebersih ke pure candi kuning Pengelatan, seluruh warga adat berjalan sembari wajar tercorat coret adeng. Jadi permainan Kering-keringan merupakan tradisi sangat ditunggu warga adat,” papar Nyoman Darwin.

Krama adat sebelumnya menggelar paruman serta membersihkan areal suci yang akan berlangsungnya piodalan dengan berbagai sesajen seperti pecaruan, warga membawa bebanten serta berbagai kesenian tari dari warga Banyuning

Secara histori, Piodalan Ageng Pura Gede Pemayun Banyuning wajib  dilaksanakan warga Adat setiap rahina Buda Kliwon Ugu. Kerama adat diharuskan datang khusus lelaki guna melakukan paebatan, menginjak matahari terbit krama kembali berduyun-duyun ke Pura guna persembahyangan dan dilanjut ngider Bhuwana, wayonan dan penganyar.

Pura Gede Pemayun disebut juga Pura Penyegjeg yang merupakan pura paling tua kala sejarah Majapahit ada kaitanya dengan pura-pura besar yang ada di Buleleng barat, termasuk Pure Gede Pengastulan yang merupakan pesemetonan atau keluarga yang dahulu sebuah pemaksanan atau Pura Abian.

Editor: Robby

Reporter: bbn/bul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami