Mempertanyakan Hakikat Waktu pada Karya Wianta dan Stephan Spicher
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Karya maestro seni rupa Bali Made Wianta kembali dipamerkan di Locca Sea House. Namun kali ini, pameran juga menghadirkan seniman ternama dari Swiss yang merupakan sahabat bertukar pikiran dan perspektif, Stephan Spicher.
Pameran yang diinisiasi JHub Art Space dalam rangkaian art project 2023 ini mulai dibuka untuk umum pada Rabu (20/12/2023).
Kurator pameran Yudha Bantono mengungkapkan pameran lukisan yang dimaknai lebih dari sekedar kolaborasi ini juga sebagai pertemuan atau dialog antara barat dan timur yang sudah terjalin lebih dari seperempat abad lamanya.
Membicarakan layering time atau melipat waktu, menurutnya adalah sebuah konsep yang sebetulnya sulit dipahami dan telah menangkap imajinasi manusia selama berabad-abad, dan telah menjadi subjek eksplorasi maupun kontemplasi bagi kebanyakan seniman.
Dari pengalaman seniman Swiss Stephan Spicher dan seniman Bali Made Wianta (alm), mereka berdua telah menghimpun pengalaman bertukar pikiran, saling belajar dari latar belakang kultur yang berbeda, bekerja bersama, berkolaborasi, dan berpameran bersama dalam rentang waktu yang tidak pendek adalah sebuah konsistensi dalam proyek seni bersama.
Kehadiran karya-karya Made Wianta dan Stephan Spicher baik yang dibuat sendiri-sendiri, maupun bersama setelah pertemuan mereka berdua dalam rentang waktu sampai Wianta meninggal dunia adalah bukti sekilas mengenai implikasi mendalam dari pencapaian kerkaryaan masing-masing.
Baca juga:
18 Karya Periodisasi 'Triangle' Wianta Dipamerkan, Warisan Maestro yang Melampaui Masa Depan
Lebih lanjut menurut Yudha, baik Stephan Spicher dan Made Wianta, mereka sedang tidak terlena pada romantisme pertemuan yang mengambil inspirasi dari masa lalu, mereka sedang menyelami gagasan dari peristiwa-peristiwa yang telah mereka lakukan, kemudian menangkap esensinya dan menghadirkan sebagai sebuah pembicaraan ulang yang sangat penting.
Pertemuan baik dirinya dan karyanya adalah pemikiran yang menghidupkan cerita- cerita sebuah peradaban antara barat dan timur yang terlupakan, kemudian membawanya kembali pada pemirsa ke waktu yang berbeda. Melalui karya Stephan Spicher dan Made Wianta pada pameran kali ini memungkinkan kita untuk menyaksikan bukan saja keindahan karya saja, namun pertemuan pemikiran yang menjadikannya masih tetap relevan, dan dapat diakses hingga saat ini.
Bali adalah rumah kedua Stephan, dan di pulau ini bukan saja alam dan kehidupan budayanya yang membuatnya terpesona. Namun, cara hidup masyarakat yang kesemuanya tertata berdasarkan tradisi budaya yang dipertahankan. Begitu halnya Wianta saat tinggal di Basel dan Rancate Ticino daerah Swiss bagian Italia.
Wianta penuh semangat merespons apa yang ia lihat dan rasakan tentang Basel dan Ticino. Pemikiran Wianta sebagai orang Bali benar-benar dirasakan berbeda ketika ia harus benturkan dengan realita kehidupan di Eropa, dan ini dialami sama oleh Stephan ketika berada di Bali.
Pertemuan Stephan dan Made Wianta menjadikan bahwa pada tingkatan artistik ada pertemuan yang terus bisa didialogkan bahkan terus dibicarakan sebagai bahan diskusi antara karya seni mereka. keduanya saling menghormati pada titik pencapaian masing- masing. Mungkin ini adalah cara mereka yang memiliki pengalaman lama tinggal dan bergaul dengan kesenian dan budaya di Eropa maupun di Asia.
Lompatan pikiran-pikiran Stephan Spicher dan Made Wianta semakin mempertemukan bagaimana ia membuka diri untuk selalu berdiskusi antara kegelisahannya terhadap perkembangan dunia. Pertemuan mereka selanjutnya menjadikan proyek-proyek kesenian bersama, seperti yang telah pernah mereka lakukan sebelumnya yaitu Crossing Line yang telah dipamerkan baik di Bali, Basel, St. Petersburg, dan Moscow. Kemudian baru-baru ini di bulan Februari tahun 2023 yang lalu "Between Chaos and Form" di Bali kembali.
Selepas bekerja bersama, kedua seniman ini saling membawa spirit bekerja sendiri-sendiri dan tetap mengasilkan karya yang saling mengikat cara pandang mereka, Wianta seniman timur yang melihat barat secara universal dengan caranya sendiri sebagai orang Bali. Begitu halnya Stephan sebagai seniman barat dengan spirit timurnya yang terus ia kembangkan untuk bertemu dalam dialog penting dalam perkembangan karya-karyanya.
Sebagai kelanjutan dari proyek seni antara Made Wianta dan Stephan Spicher yang berbicara waktu ini, Yudha Bantono sebagai curator sekaligus Project Director Wianta Foundation nantinya akan memamerkan karya-karya kedua seniman ini dalam bentuk pameran bersama di II Rivellino Leonardo Davinci Gallery Locarno Swiss, tepatnya pada bulan Maret 2024 mendatang.
Putu Agung Prianta selaku founder JHub Art Space merasa bangga turut terlibat bersama dalam mengantarkan pameran yang sangat prestisius itu, karena Wianta merupakan salah satu seniman Indonesia pertama yang bisa berpameran di Il Rivellino Leonardo Davinci Gallery yang dahulu merupakan studio pelukis yang terkenal dengan lukisan Monalisanya.
"Pameran Layering Time akan diselenggarakan di Locca Sea House dan diagendakan berlangsung selama sebulan dari tanggal 20 Desember 2023 sampai 20 Januari 2024. Alasan dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2024 sekaligus mengingat serta merayakan ulang tahun Made Wianta," tambah Putu Agung.
Melalui Layering Time, pengalaman hidup dan karya-karya Made Wianta dan Stephan Spicher telah memicu pertanyaan menarik tentang hakikat waktu itu sendiri pada saat ini atau untuk masa mendatang. Apakah waktu bersifat linier, atau dapatkah dilipat dan dimanipulasi dalam membaca karya mereka? Jawabannya mungkin terletak pada kekuatan karya seni mereka berdua, di mana imajinasi dan kreativitas mempunyai kekuatan untuk melampaui batasan konvensional untuk menjawab semuanya.
Editor: Robby
Reporter: bbn/rls