search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tolak Sidang
Sabtu, 2 Mei 2009, 17:39 WITA Follow
image

images.google.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Puluhan ribu karyawan PLN yang tergabung dalam Serikat Pekerja (SP PLN) menolak sidang tahunan ADB (Asean Development Bank) di Nusa Dua, dan mengancam akan melakukan mogok nasional bila kebijakan pemerintah tentang penjualan aset negara yang dibiayai Asean Development Bank (ADB) tidak segera dihentikan.

"Bila kebijakan pemerintah tentang penjualan aset negara yang didanai ADB tidak dihentikan, SP PLN akan melakukan perlawanan terakhir dalam bentuk mogok nasional,"ujar Ketua Umum SP PLN, Ahmad Daryoko di Denpasar, Sabtu (2/5).

Kata Daryoko, kebijakan penjualan aset negara/PLN itu diarsiteki Bank Dunia dan ADB, yang sekaligus di dalamnya ada bentuk tekanan yang tertuang dalam Letter of Intent (LOI). Kebijakan ini pula yang dinilai berperan melahirkan UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan, walau akhirnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi lewat putusannya No. 001-021-022/PUU-I/2003, 15 Desember 2004.

Namun kemudian dinilai janggal, karena meski sudah dibatalkan MK, ternyata keluar juga Peraturan Pemerintah (PP) No. 3/2005 yang merupakan turunan dari UU No. 20/2002 yang dianggap sudah 'almarhum' tersebut. "Ini jelas bertentangan dengan keputusan MK," tandas Daryoko dengan nada tinggi.

Yang dinilai mengejutkan juga terbitnya Keputusan Menteri No. 03/2007 tentang Grid Code, yang substansinya menghendaki agar transmisi khususnya Jawa-Bali tidak lagi pengelolaannya oleh PLN, melainkan di tangan lembaga independen yang bisa ditunjuk Menteri ESDM.

Apalagi dengan diubahnya AD/ART PLN pada Juni 2008, yang menentukan bahwa kebijakan sektor energi menjadi kebijakan korporat atau hanya menjadi kewenangan Meneg BUMN saja, sehingga memudahkan dalam privatisasi/penjualan PLN.

Bila nantinya pengelolaan listrik dipegang swasta, kata Daryoko, maka harganya dipastikan akan menjadi mahal, karena pengelolaannya akan menjadi terpotong-potong dan makin panjang. Misalnya, pengelolaan pembangkit secara tersendiri, begitu juga di segmen transmisi, distribusi sampai eceran.

Terkait soal ini, Daryoko memprediski harga listrik di daerah-daerah tertentu seperti Wamena, Papua bukan tindak mungkin mencapai Rp 10 ribu/kwh. Pasalnya produk listrik yang masih sebagian besar berbahan baku minyak harus diangkut ke daerah itu dengan pesawat. "Jadi, berat di ongkos pengangkutan," imbuhnya.

Masih terkait hal ini, Daryoko juga mengutip pasal 36 dalam LOI 14 Juli 1999, yang menyebutkan antara lain, bahwa pemerintah atas dukungan Bank Dunia dan ADB merencanakan privatisasi PLN dalam konteks kompetisi eceran (retail competition). Dalam hal ini, Daryoko menyebutkan ADB memberikan pinjaman $ 400 juta kepada Indonesia.

"Ini sudah bentuk penjajahan ekonomi," ujar Daryoko. Saat ini jumlah karyawan PLN se-Indonesia yang tergabung dalam wadah Serikat Pekerja mencapai sekitar 47 ribu orang, belum lagi termasuk tenaga outsorching yang mencapai sedikitnya 65 ribu orang. Jumlah yang mencapai seratusan ribu orang inilah yang bakal menjadi modal dalam aksi mogok nasional."Sampai saat ini, pengurus dan anggota DPD sampai DPC SP PLN se-Indonesia masih solid," tegas Ahmad Daryoko. 

Reporter: bbn/sss



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami