Nostalgia Kuliner Nasi Cacah Bu Agus
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Masyarakat Bali tempo dulu, hampir semuanya pernah merasakan namanya Nasi Cacah atau campuran nasi putih dan parutan singkong. Seiring kemajuan jaman dan pertumbuhan ekonomi, Nasi Cacah kini semakin langka.
Sebuah warung sederhana berdinding anyaman bambu getol menjual Nasi Sela, berdiri di antara hingar bingar pariwisata Bali. Lokasinya tepat di sebelah barat halaman sekolah Politehnik Negeri Bali, tepatnya di Jalan Uluwatu, Ungasan. Posisinya hanya berbatasan dengan sebuah warung modern yang berbeda dari segi bangunan.
Menu yang ditawarkan bervariatif, mulai dari nasi putih, ketupat dan nasi sela. Lauk yang tersedia pun juga beragam mulai dari sayuran, gorengan, dan ikan, atau daging yang dikemas dalam plastik berukuran setengah kilogram. Semua lauk yang dikemas ini harganya serba seribu. Selain lauk dalam kemasan, ada pula menu handalan lainnya, antara lain aneka olahan sate ikan dan sate babi yang dipanggang langsung.
Di warung berukuran 5 x 15 meter ini akan terasa aroma asap dari tungku pemanggangan sate. Asap ini akan berbaur, membumbung dengan udara yang ada di warung modern yang hanya berbatasan dengan tembok setinggi orang dewasa.
Di warung inilah Nasi Sela dalam bungkus kertas disajikan dengan piring anyaman. Lauk peneman nasi cacah bisa dengan sate ataupun lauk dalam kemasan plastik yang sudah tertata di atas meja. Pembeli hanya tinggal memilih aneka lauk yang tersedia di antara tusukan sate yang masih hangat dari pemanggangnya. Bagi yang suka pedas, Nasi Sela dapat dihiasi dengan sambal tomat.
Sosok penjual di balik warung tradisional ini adalah Ibu Agus. Warung tanpa nama ini berdiri sejak empat tahun. Lebih dulu berdiri di atas tanah kosong, menyusul kemudian warung modern yang berada tepat di sisi kanan. Dari lahan kontrakan ini, Bu Agus mengatakan, ide menjual Nasi Sela awalnya karena iseng.
“ Semua menu awalnya hanya iseng – iseng, lantas banyak yang suka Nasi Sela. Sampai sekarang pun tetap menjual Nasi Sela selain Nasi Putih dan Tipat,“ ujar ibu dua anak ini.
Dalam sehari, ia dapat menjual satu keranjang nasi Sela yang isinya 25 bungkus. Untuk menghasilkan 25 bungkus Nasi Sela, dibutuhkan 1 kilogram ketela rambat dan satu setengah kilogram beras. Potongan ketela sebelumnya dibentuk kecil lantas dicampur dalam nasi putih. Proses pematangan, dengan cara dikukus.
Warung yang buka dari pukul 10 pagi sampai 6 sore ini telah memiliki banyak pelanggan. Lokasinya yang dekat dengan kampus membuat sejumlah anak muda dari mahasiswa, pekerja parwisata, serta orang asing menjadi pelanggan. Orang asing yang menetap lama di bali lebih suka memilih sate babi. Adapaun yang datang dapat dibungkus langsung dan ada pula disantap langsung. Karena disini juga tersedia dua meja yang berkapasitas masing – masing 10 orang.
Harga dalam tiap bungkus nasi Sela hanya Rp 3.000 tanpa lauk ataupun sayuran. Selesai bersantap, pelangggan juga bisa memilih beberapa irisan buah segar yang juga dalam kemasan plastik.
Nah, bagi anda yang kebetulan ingin jalan – jalan ke Bali selatan, tidak salahnya mencoba Nasi Sela di warung berdinding gubuk yang bertetangga dengan warung modern.
Reporter: bbn/net