search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Sejarah Berdirinya Museum Bali
Senin, 13 April 2015, 10:25 WITA Follow
image

bbn/ist/museum bali

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Museum bali adalah salah satu Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang mempunyai tugas-tugas mengumpulkan,meneliti,merawat dan memamerkanbenda-benda budaya untuk tujuan pendidikan,penelitian dan rekreasi/pariwisata.
 
Terletak di pusat kota Denpasar,tepatnya di Jalan mayor wisnu,di sebelah timur lapangan Puputan Badung dan di sebelah selatan Pura Jagatnatha, membujur utara selatan sepanjang 140 meter dengan pintu masuk menghadap ke barat atau ke Jalan Mayor Wisnu yang di tutup untuk kendaraan kecuali pengunjung museum.
 
Berdasarkan koleksi yang dimilikinya, Museum Bali termasuk salah satu museum umum provinsi, memiliki dan memamerkan benda-benda budaya dari zaman prasejarah sampai kini yang mencerminkan seluruh unsur kebudayaan Bali antara lain koleksi arkeologi,koleksi historika,koleksi seni rupa,koleksi ethnogafika,koleksi biologika,koleksi numismatika, koleksi filologika,koleksi keramalogika dan koleksi tehnologika.
 
Sejak berdiri hingga sekarang Museum Bali selalu di kunjungi wisatawan dari dalam maupun luar negeri, para pelajar, mahasiswa,seniman dan masyarakat biasa yang ingin mengadakan penelitian,mencari inspirasi dan rekreasi. Namun semua pengunjung hendaknya mentaati tata tertib berkunjung antara lain,pengunjung di wajibkan membayar tiket masuk dan menulis nama pada buku kunjungan untuk kepentingan statistik,tidak diperkenankan memegang, menduduki dan memindahkan koleksi,makan dan minum,merokok serta membawa barang-barang berukuran besar di dalam ruang pameran.
 
 
Dengan jatuhnya kerajaan Klungkung ke tangan Belanda tanggal 28 April 1908 menandakan Bali secara keseluruhan berada dibawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Keadaan ini tentunya menimbulkan perubahan tata pemerintahan antara lain Bali yang pada mulanya agak tertutup bagi bangsa luar menjadi semakin terbuka terutama untuk bangsa Eropa khususnya Belanda. 
 
Keterbukaan ini semakin memberi peluang bagi bangsa asing lainnya untuk datang  ke Bali. Bangsa asing yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat seperti pedagang, pegawai pemerintahan, wisatawan dan sebagainya tentunya memiliki kepentingan yang berbeda-beda sesuai dengan profesinya. Kemudian saat kembali ke negerinya selalu membawa benda –benda budaya sebagai cendramata, atau dijadikan koleksi pribadi. Keadaan seperti ini yang kalau dibiarkan akan mengakibatkan pemiskinan warisan budaya Bali menyebabkan para ilmuwan,budayawan maupun seniman Belanda mencoba untuk mencegahnya dan sekaligus melestarikan kebudayaan Bali.
 
Pada tahun 1910,W.F.J.Kroon,seorang Asisten Residen untuk Bali Selatan,setelah memperoleh masukan/sumbangan pemikiran yang cukup dari Th.A. Resink tentang pelestarian budaya,mencetuskan suatu gagasan untuk mendirikan sebuah museum etnografi guna melindungi benda-benda budaya dari kepunahan.
 
Gagasan tersebut mendapat sambutan dari kalangan ilmuwan,seniman,budayawan, dan dukungan segenap raja-raja seluruh bali. Selanjutnya Kroon  memerintahkan Kurt Grundler seorang arsitek berkebangsaan Jerman yang pada saat itu sedang berada di Bali sebagai wisatawan peneliti, untuk membuat perencanaan bersama-sama dengan para undagi(ahli bangunan  tradisional Bali), antara lain I Gusti Ketut Rai dan I Gusti Ketut Gede Kandel dari Denpasar. 
 
Harus disadari bahwa untuk membuat bangunan tradisional para undagi tidak mungkin mengabaikan lontar asta kosala-klainnya, serta beberapa aspek keagamaan yang dijadikan pegangan utama. Sedangkan Kurt Grundler sebagai perencana bangunan moderen mungkin lebih menekankan kekuatan dan fungsinya sebagai museum. 
 
Setelah melalui persiapan yang cukup matang akhirnya dapat diputuskan untuk mendirikan bangunan museum yang berupa bentuk arsitektur kombinasi antara Pura(tempat sembahyang)dan Puri(istana raja). Didirikan di atas tanah seluas 2.600 m2 meliputi tiga halaman yaitu halaman luar(jaba), halaman tengah(jaba tengah) dan halaman dalam (Jeroan), masing-masing halaman di batasi dengan tembok dan gapura (candi bentar dan candi kurung ) sebagai pintu masuk, sebuah Balai Kulkul (menara kentongan) di sebelah selatan jaba tengah.
 
Di sudut barat laut berdiri sebuah Balai Bengong yang pada zaman kerajaan dipergunakan sebagai tempat peristirahatn keluarga raja ketika ingin mengamati situasi di luar istana. Dan di depan gedung Tabanan terdapat sebuath beji (permandian untuk keluarga raja). Atap bangunan dari ijuk dan di Bali hanya di pakai untuk bangunan Pura.
 
Pada halaman dalam terdapat tiga buah gedung masing-masing disebut Gedung Tabanan ,Gedung Karangasem , dan Gedung  Buleleng yang di gunakan untuk memamerkan koleksi. Nama-nama gedung tersebut diambil dari nama-nama daerah yang menyumbangkan gedung tersebut dan di anggap mewakili gaya arsitektur Bali Selatan,Bali Timur, dan Bali Utara. Setelah pembangunan rampung, maka museum dibuka dengan resmi pada tanggal 8 desember 1932 dengan nama Bali Museum, dan dikelola oleh Yayasan Bali Museum.
 
Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 , Bali Museum diambil alih oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali. Karena keadaan situasi yang masih dalam suasana serba awal dan menghadapi perang dengan NICA dan Jepang, kemudian pada tanggal 5 Januari 1965 diserahkan kepada Pemerintah Pusat di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan menjadi museum umum propinsi dengan nama Museum Negeri Propinsi Bali.
 
Sejak tahun 1969 Pemerintah Pusat memberikan perhatian lebih serius kepada museum-museum negeri propinsi termasuk Museum Bali. Pada masa proyek pembangunan lima tahunan(PELITA), Museum Bali memperoleh perluasan areal dan gedung kea rah selatan, yang berfungsi untuk ruang perpustakaan ,auditorium,labolatorium konservasi,gudang koleksi,pameran temporer,dan kantor sehingga luas areal museum keseluruhan sampai ini menjadi 6.000m2 dengan 9 buah gedung. 
Sejak otonomi daerah diberlakukan pada tahun 2000, Museum Negeri Propinsi Bali diserahkan kembali ke Pemerintah Propinsi Bali sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Propinsi Bali dengan nama UPTD MUSEUM BALI. Dan sejak tahun 2008 UPTD Museum Bali berubah nama menjadi UPT.Museum Bali.

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami