search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Difteri Penyakit Kuno yang Kembali Datang
Senin, 25 Desember 2017, 12:00 WITA Follow
image

ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Difteri adalah penyakit kuno, sudah ditemukan sejak abad 5 SM. Abad 6, difteri pernah menjadi epidemic di seluruh dunia. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukan vaksin, difteri mulai menghilang.
 
Data terbaru dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) melaporkan difteri terjadi di 142 kota/kabupaten, 600 kasus dan 38 di antaranya meninggal dunia.
 
"Masyarakat sudah lengah karena menyangka penyakit ini sudah tidak ada. Kalau ktia tidak waspada, terjadilah kasus difteri seperti sekarang ini," papar Dr.dr.Hindra Irawan Satari, SpA(K), Konsultan Infeksi Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, di forum Ngobras, Jakarta, baru - baru ini.
 
Infeksi difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Bahan vaksin difteri dibuat dari toksoid bakteri tersebut, yang akan memicu tubuh membentuk kekebalan terhadapnya. Dalam 2-3 hari, akan terbentuk pseudo-membran berwarna putih di tenggoorokan dan tonsil (amandel).
"Lendir bisa menutup saluran nafas sehingga nafas sesak. Bila lendir terus turun ke saluran nafas bawah, akan menimbulkan sakit berat bahkan kematian," terangnya.
 
Komplikasi terjadi akibat toksin yang dihasilkan bakteri difteri. Selama kuman masih ada, toksin akan terus dihasilkan, akhirnya akan menyerang jantung dan menyebabkan peradangan otot jantung. Kematian sekitar 5-10 persen.
 
Vaksin difteri sudah digunakan di Amerika Serikat sejak 1890.
 
"Jadi, vaksin bukan barang baru. Lalu kenapa sekarang jadi takut divaksin?" tegasnya.
 
Untuk menetralisir racun yang sudah beredar, diberikan anti toksin. Namun bila toksin sudah menempel di jantung, hanya bisa menunggu tubuh menetralisir. Kalau tubuh gagal melakukannya, detak jantung bisa terganggu dan kematian bisa terjadi. 

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami