search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kolaborasi 2 Komposer Usung 7 Warna Pelangi Dalam Musik Gamelan Kontemporer
Senin, 26 Maret 2018, 14:15 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com.Denpasar, Cahaya warna lampu silih laksana pelangi silih berganti  berganti menyelimuti ruangan. Lantunan harmoni etnik Bali membius penonton yang hadir malam itu, Minggu (25/3) di Gedung Ksirarnawa, Art Centre, Denpasar.
 
[pilihan-redaksi]
Tetapi siapa sangka keindahan alunan nada pelangi ini lahir dari obrolan di meja makan. Komposer Sanggar Taksu Agung, Badung, Putu Diodore Adibawa mengakui hal itu. Diodore Adibawa menuturkan bahwa terobosan baru yang ia ciptakan bersama composer Komunitas Seni Gamelan Pesel Denpasar, I Wayan Ari Wirawan bermula dari ide yang datang dari hasil makan bersama hingga menciptakan sesuatu karya seni yang memilki keindahan luar biasa. Terinspirasi dari tujuh warna indah yang diberikan pelangi maka lahirlah karya seni gamelan kontemporer tujuh warna. 
 
“Di sana berawal dari pelangi dan warna pelangi memang indah lalu dari situ kita memiliki konsep yaitu tujuh warna pelangi tersebut,” papar Diodore dengan lugas. 
 
Keindahan tujuh warna dalam alunan musik gamelan kontemporer itu juga dinikmati penonton tua muda yang memenuhi gedung Ksirarnawa malam itu. Tak heran sebagian penonton berdecak mengagumi keindahan tujuh warna pelangi dalam gamelan kontemporer bertajuk ‘Warna Tujuh’. Mereka berdecak kagum karena lantunan musik yang mengalun dari setiap elemen suara yang menggunakan alat khas kebudayaan Bali ini menjadi satu padu yang harmoni. 
 
Hal ini juga dirasakan I Made Mahottama Warmasuta (16) yang mengungkapkan bahwa suasana baru yang ditampilkan dari pihak Denpasar dan Badung dalam kolaborasi ini sangat memukau. “Mereka berkolaborasi dengan menggabungkan beberapa konsep kesenian berupa kontemporer, ya itu termasuk hal yang baru,” tangkas pria bertubuh jangkung tersebut. 
 
Hal serupa juga diungkapkan I Wayan Srutha Wiguna (18), selaku penabuh, dirinya merasa sangat senang sekaligus bangga karena mendapat kesempatan untuk tampil kembali pada ajang besar yakni  Bali Mandara Nawanatya III. 
 
[pilihan-redaksi2]
Penampilan yang memukau penonton dari para penabuhnya sejak awal hingga akhir ini diluar dari ekspetasi kedua composer yang berkolaborasi dalam menciptakan konsep ‘Tujuh Warna’. “Melihat penampilan yang tadi itu sangat di luar dari yang diperkirakan, bisa melebihi dugaan kita,” tutur Ari Wirawan dengan ekspresi tidak percaya. 
 
Paduan yang sempurna, mungkin kalimat ini yang mampu mengekspresikan tampilan seni gamelan kontemporer kali ini. Lantunan gamelan yang khas memberikan semangat baru untuk memulai kembali kehidupan di hari senin. Di sela-sela wawancara dua komposer ini berharap agar kedepannya Nawanatya dapat berjalan lagi sebagai wadah  untuk seniman muda berekspresi. “Agar acara seperti ini tetap diselenggarakan sebagai wadah seniman muda untuk berkarya dan berekspresi, ” tutup Ari Wirawan. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami