search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Teater Transisi Wayang Listrik, Tradisi Berbalut Modernisasi
Minggu, 19 Agustus 2018, 16:10 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com,Denpasar. Siapa bilang tradisi itu kaku, I Made Sadia pemimpin Sanggar Paripurna Gianyar membuktikan bahwa tradisi dapat dibalut dengan modernisasi tanpa melupakan pakem yang sudah diwarisi. Gelar seni teater transisi wayang listrik bertajuk “Dasa Nama Kerta” yang tampil di Kalangan Ayodya Taman Budaya, Denpasar, Sabtu malam (18/8) menjawab semuanya. 
 
[pilihan-redaksi]
Cerita yang diangkat dari Kitab Siwa Tatwa ini dikemas secara apik oleh I Made Sadia. “Kisahnya sendiri sangatlah sakral, tapi di sini saya kemas dengan menyesuaikan era global tanpa meninggalkan pakem-pakem tradisi,” jelas Sadia. Siwa Tatwa sendiri menceritakan kesalahan yang dilakukan Dewi Uma yang meminum darah Rare Kumara sehingga Dewa Siwa pun murka dan mengutuk Dewi Uma menjadi Dewi Durga. Sempat memohon maaf, namun Dewa Siwa tak menggubris. Setelah Dewi Uma menjadi Dewi Durga, Dewa Siwa merasakan adanya kerinduan dalam hatinya. Dewa Siwa pun memutuskan untuk merubah wujudnya menjadi Kala Rudra.
 
Melihat peristiwa itu, Sang Hyang Catuh Dewata sangat sedih lalu berubahlah menjadi kelompok seniman.Dewa Wisnu menjadi Tari Telek, Dewa Brahma menjadi Tari Bang, Dewa Iswara menjadi Barong Swari, dan Dewa Bayu menjadi Dalang. Berubahnya para dewa ini merupakan cikal bakal sesolahan atau balih balihan yang digunakan sebagai penyomia (pelebur) segala mala (kotor/ketidak sucian). Kisah yang terdengar sangat sakral ini dikemas oleh Sadia menjadi garapan yang apik dan menghibur. 
 
[pilihan-redaksi2]
Wayang listrik yang menjadi media transisi antara wayang menuju para penari membuat penonton yang hadir terpukau. Segala bentuk kesenian ditampilkan, dari orang melukis, membuat tapel, hingga menjadi wayang dan penari sesungguhnya adalah sajian transisi yang tak terduga. Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi Sadia untuk bereksperimen. Semua perjuangannya bermula sejak tahun 1990 sehingga pada tanggal 1 April 1990 pun Sadia resmi membuka sanggarnya.
 
“Berkat wayang listrik ini saya bisa tampil di luar negeri dan di sini saya ingin selalu mengeksplorasi kisah lainnya sebagai media berkarya,” tutur Sadia mantap. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami