search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Banyak Film Dokumenter Tentang Bali Dibuat Sineas Asing
Senin, 24 Juni 2019, 10:25 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/repro

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Beritabali.com, Ubud. David Hanan, pengamat perfilman Indonesia asal Australia yang saat ini tinggal di Bali, mengatakan ada banyak film dokumenter telah dibuat tentang Bali, baik itu berisi tarian dan musik Bali, lukisan Bali, dan budaya Bali dan sejarahnya. Yang terakhir ini dikerjakan oleh pembuat film dokumenter asal Australia, John Darling, yang tinggal di Ubud selama bertahun-tahun. 
 
[pilihan-redaksi]
"Bali memiliki budaya unik dan istimewa yang berbeda dibanding daerah lain di Indonesia. Selain ritual dan upacara yang berlangsung hampir setiap hari – baik upacara kecil yang dilakukan oleh semua keluarga pemeluk agama Hindu, hingga upacara besar di berbagai pura - orang juga dapat menyaksikan banyak aspek budaya seperti sesaji dan persembahan, hiasan penjor khas Bali, kain kotak-kotak menyelimuti pohonan besar, upacara ngaben, ogoh-ogoh, layang-layang raksasa, aksara Bali, kebaya Bali, yang kesemuanya bisa dilihat di banyak tempat dan sembarang waktu ketika kita berada di pulau ini. Tak mengherankan kalau pesona pulau Bali ini menarik kalangan pembuat film untuk mengabadikannya," paparnya dalam Art, Culture, Culinary Community Gathering di Shrida Taste of Ubud Jalan Bisma, Ubud, (22/6/2019).
 
Sayangnya menurut David, hanya sejumlah kecil fitur film telah dibuat di Bali atau tentang Bali oleh pembuat film Indonesia. Juga, hanya sedikit orang Bali yang bekerja di industri film Indonesia sebagai penulis-sutradara. 
 
"Ada pengecualian penting untuk hal ini yakni Putu Wijaya (kelahiran Tabanan 1944). Putu mendirikan Teater Mandiri di Jakarta, menulis skenario film untuk 17 film Indonesia, dan menjadi sutradara di 3 film. Satu-satunya karya Putu di bidang film tentang Bali adalah tentang pelukis yang berbasis di Sanur, Antonio Blanco. Putu menulis naskah film ini dan selanjutnya film ini disutradarai oleh Rima Melati,"ujarnya. 
 
Meski demikian, menurut David yang saat ini menjadi ‘Honorary Fellow’ di Institut Asia di Universitas Melbourne, ada berbagai episode penting dalam sejarah Bali, di mana Bali dan masyarakat serta budayanya telah menjadi subjek film atau memengaruhi perkembangan film Indonesia. 
 
 
Adapun film-film Indonesia yang dibuat tentang Bali yang dibahas David adalah Djajaprana (Kotot Sukardi, 1955); Noesa Penida (Galeb Husein, 1988); Dongeng Dari Dirah (Sardono W. Kusumo, 1992); Sekala Niskala (Kamila Andini, 2017). 
 
Sedangkan contoh pertemuan bersejarah antara Bali dan pembuat film internasional yang akan dibahas adalah: dua kunjungan Charlie Chaplin ke Bali pada 1930-an (baru-baru ini ada sebuah film dokumenter yang dibuat tentang Chaplin di Bali); film-film dokumenter pendek dan 25.000 foto yang diambil di Bali oleh antropolog Margaret Mead dan Gregory Bateson, pelopor antropologi visual selama hampir tiga tahun penelitian mereka di Bali antara tahun 1937 dan 1940.
 
[pilihan-redaksi2]
Selain itu, David Hanan, perintis program Studi Film di Monash University, Australia sejak tahun 1978 ini juga membicarakan hal lain yang signifikan yakni tentang film-film yang dibuat oleh para pembuat film Indonesia dengan subyek daerah-daerah lain di Indonesia. Materi tentang ini didasarkan buku David berjudul Cultural Specificity in Indonesia Film: Diversity in Unity (Palgrave Macmillan, 2017). 
 
David Hanan memelopori program Studi Film di Monash University, Melbourne, dari tahun 1978. Dari tahun 1985 hingga 1991 ia juga menjadi sekretaris perusahaan Festival Film Internasional Melbourne, dan agen mereka untuk film di Asia Tenggara. Dia telah meneliti film Indonesia sejak 1983. Dia adalah penulis Cultural Specificity in Indonesian Film: Diversity in Unity (Palgrave Macmillan, 2017). 
 
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia baru-baru ini mensponsori terjemahan buku ini ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Kekhasan Ragam Budaya Film Indonesia. Selain tulisan-tulisannya, David telah melakukan terjemahan bahasa Inggris untuk sekitar 15 film Indonesia, mendistribusikan film-film Indonesia dalam bentuk DVD secara internasional dari sebuah situs web di Universitas Monash, dan memprakarsai empat proyek untuk pelestarian film-film Indonesia yang signifikan. Saat ini ia adalah ‘Honorary Fellow’ di Institut Asia di Universitas Melbourne. [bbn/rls/psk]

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami