search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kisah Nengah Wenten, Hidup Susah Hingga Terpaksa Buang Air di Kebun
Rabu, 17 Juli 2019, 19:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Beritabali.com, Selat. Hidup di bawah garis kemiskinan memaksa Ni Nengah Wenten, 54 tahun, salah seorang warga Dusun Tukad Sabuh, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem harus berjuang keras untuk menafkahi keluarganya.
 
[pilihan-redaksi]
Di tengah segala keterbatasan Nengah Wenten tetap berusaha menjadi seorang ibu sekaligus bapak bagi putra semata wayangnya I Wayan Dana, 22 tahun yang mengidap suatu penyakit sejak beberapa tahun lalu hingga menyebabkan kondisi dan tingkah lakunya tidak seperti pemuda sebayanya.
 
Ketika tim media www.beritabali.com mendatangi kediaman Wenten, dengan senyum ramah dirinya menyapa kedatangan tim yang membawa sejumlah bantuan berupa sembako dan kebutuhan pokok lainnya, meskipun dalam benaknya sedikit kaget tiba - tiba kedatangan orang yang tak ia kenal.
 
 
Untuk menemukan rumah Wenten tidaklah terlalu sulit, dari jalan aspal tepatnya jalur perbatasan Dusun Geriana Kangin dan Dusun Tukad Sabuh hanya perlu berjalan kaki sekitar 200 meter memasuki gang kecil di bawah rimbunnya kebun salak. 
 
Begitu memasuki pekarangan rumahnya, ada satu bangunan rumah berukuran sekitar 4 × 6 meter, bangunan rumah yang sudah berusia sekitar 25 tahun inilah menjadi tempat tinggal satu - satunya sekaligus dapur yang dimiliki Wenten bersama anaknya.
 
"Dulu bersama almarhum suami saya untuk bangun rumah ini kumpulkan uang untuk beli batako sedikit demi sedikit ada juga dibantu dari tetangga,
 
"Nerake san hidup tiyange"," begitu kata Nengah Wenten meratapi keadaannya.
 
Sehari - hari, Nengah Wenten bekerja sebagai tukang "ngebuin ron" atau memisahkan lidi dari daun enau dengan penghasilan tak lebih dari Rp.30 ribu, itupun tidak setiap hari, terkadang ketika tidak ada daun enau dirinya mencari kerjaan serabutan seperti nimpag membersihkan batang pohon salah yang sudah tua atau nyangkul di sawah.
 
Disamping itu, untuk memenuhi kebutuhan air sehari - hari seperti mandi dirinya harus berjalan kaki menuju permandian yang berada di Dusun Geriana Kangin sejauh kurang lebih 1 kilo meter dari rumahnya. Tak jarang dirinya juga membawa sebuah jiringan yang dipergunakan membawa air untuk kebutuhan di rumah, hanya saja belakangan ini beruntung ada tetangga yang memiliki air pam sehingga untuk kebutuhan air minum dan memasak Wenten mencari disana dan tidak perlu berjalan jauh lagi.
 
[pilihan-redaksi2]
Begitu juga dengan listrik, meskipun masih nyantol di tetangga dengan hanya memakai satu bola lampu penerangan setidaknya Wenten bersama anaknya memiliki lampu penerangan ketika malam tiba. Hanya saja hingga kini, Wenten tidak memiliki WC untuk kebutuhan MCK. Selama ini ketika buang air besar atau kecil terpaksa dilakukannya di areal tegalan di sekitar rumahnya. 
 
Bisa dibayangkan ketika malam hari, dengan minimnya lampu penerangan ditambah areal kebun salak yang banyak durinya tiba - tiba kebelet buang air, tentunya selain tidak sehat juga bakal sangat berbahaya karena bisa saja ketika jongkok dengan situasi gelap tertusuk duri salak.
 
"Tidak punya WC, mau gimana lagi terpaksa buang air di kebun," kata Wenten. (bbn/igs/rob)

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami