search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Jejak Hubungan Tionghoa-Bali di Desa Pinggan Kintamani (1)
Minggu, 15 Desember 2019, 18:20 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Seminar Jejak Hubungan Tionghoa-Bali di Desa Pinggan, Kintamani, Bangli, digelar di Politehnik International Bali, Jalan Pantai Nyanyi, Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, awal Desember 2019 lalu.

Seminar ini bertema “Melalui Kajian Etnografi Balingkang Memperkokoh  Hubungan Tionghoa - Bali, Menuju Harmoni Budaya dan Religi”. Tujuan seminar antara lain membangun kesadaran kolektif orang Bali terhadap hubungan Tionghoa–Bali adalah hubungan sejarah, kultural, ekonomi, dan politik.

Narasumber, dan Moderator Seminar ini menghadirkan peserta kurang lebih 100 orang yang terdiri dari berbagai profesi/ lembaga : Praktisi, Arkeolog, Sejarahwan, Budayawan, Toga-Tomas, MUDP, PHDI, Listibya, Museum Bali dll, serta lintas generasi : siswa dan mahasiswa. Dalam seminar ini juga  menghadirkan narasumber yang sangat mumpuni dibidangnya.

Ketua pelaksana seminar, Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M. Si. Wakil Ketua, dalam makalah seminar ini mengatakan, catatan  Kong Yuanzhi (1999:9) menyebutkan hubungan asal-usul Bangsa Tionghoa dapat dilihat melalui dua jalur Persebaran Orang Melayu Prasejarah. Orang Melayu prasejarah menyebar ke selatan dari daratan Asia dengan dua jalur, pertama bertolak dari sekitar Yunnan menuju ke Siam, Semenanjung Indochina, Semenanjung Melayu, kemudian menyebrangi Selat Malaka sampai di Sumatra dan beberapa pulau lainnya; kedua bertolak dari sekitar Fujian (Hokkian) dan Guangdong (Kuangtung), daratan Tiongkok Tenggara menuju Taiwan dan kepulauan Filipina, sampai di Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau lainnya. 

Jika dilihat dalam perspektif antropologi, asal-usul Tionghoa di Indonesia dapat dilihat dari ras manusia Nusantara. Di Indonesia terdapat empat macam ras, yaitu (A) Negrito keturunannya antara lain Tapiro di Irian Jaya, (B) Wedda, keturunannya antara lain Suku Badui di dataran tinggi Bandung, Suku Toala d Sulawesi barat daya, Suku Kubu di Sumatra Selatan dan sebagainya, (C)  Melayu Tua, keturunnnya antara lain Suku Batak di Sumatra dan Suku Dayak di Kalimantan, (D) Melayu Muda, keturunannya antara lain suku-suku seperti Jawa, Bali, Bugis, Makasar, Ternate, dan suku-suku berbahasa Minangkabau. 

Bagian A dan B tergolong ras Negroid, sedangkan bagian C dan D tergolong ras Mongoloid  yang berturut-turut menyebar ke Nusantara dari ras mongoloid banyak berasal dari daerah sekitar Yunnan  (Yuanzhi,1999:4). 

Berdasarkan catatan ras Mongoloid sebagaimana dijelaskan Yuanzhi (1999) di atas, maka jejak ras Mongoloid dapat ditemui pada orang-orang di Bali khususnya di daerah pegunungan Kintamani, Kabupaten Bangli. Di samping ras Mongoloid ini menjadi ciri khas  kulit dan mata agak sipit orang di Kintamani, ternyata keturunan orang-orang Tionghoa (baca: Cina) telah menyatu dengan penduduk lokal. 

Secara pasti keberadaan Tionghoa di Kintamani  belum diketahui, namun dari penuturan lisan rupanya dihubungkan dengan kejayaan karajaan Bali Kuna yang bernama Sri Aji Maharaja Jayapangus  yang diperkirakan bertahta di Dalem Balingkang.  

Sri Aji Maharaja Jayapangus memperistri Putri Tionghoa, sehingga untuk memperingati jasa Putri Tionghoa tersebut didirikan sebuah pelinggih di Pura terbesar di Bangli, yaitu Pura Dalem Balingkang, Batur, Pura Puseh Lampu Catur dan beberapa pura yang lainnya. [bersambung] 

Reporter: bbn/litbang



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami