search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Hari Raya di Bali Tahun 1500-an, Pesta Besar dan Toleransi Antar Kepercayaan
Minggu, 23 Februari 2020, 13:20 WITA Follow
image

beritabali.com/ilustrasi/ foto: Bettmann / Corbis

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pada tahun 1500 an atau abad ke 15, masyarakat di Bali merayakan hari raya suci dua kali dalam setahun. Saat hari raya diadakan pesta besar dengan menyantap aneka hidangan termasuk daging anjing.

Hal terkait perayaan hari raya di Bali pada abad ke 15 ini ditulis oleh Aernoudt Lintgenzoon, seorang warga Eropa yang berada di Bali dalam jangka waktu lama. Tulisan berjudul "Verhael Bant Gheenne mij op't eijllant van baelle" atau "The Story of What Befell Me on The Island of Bali (1856)" ini dibuat sebagai laporan kepada para donatur pelayaran pertama bangsa Belanda. Tulisan Lintgenzoon kemudian disusun lagi dalam buku "Bali Tempo Doeloe", yang disusun  Adrian Vickers.

Saat Aernoudt Lintgenzoon berkunjung ke Bali, waktu itu Bali diperintah oleh Raja Dalem Seganing (1550-1632). Dalem Seganing adalah Raja Bali yang pertama kali bertemu pendatang Belanda pada tahun 1597. 

Kepada penulis Aernoudt Lintgenzoon, "Kijlloer" atau Menteri Utama Raja Bali waktu itu (1597) mengatakan, Penduduk Bali waktu itu sekitar 300 ribu orang tinggal di wilayah perkampungan dan perkotaan. Penduduk "Baelle" (Bali) waktu itu tidak melakukan aktivitaspelayaran, raja tidak repot dengan urusan negeri lain karena Pulau Baelle mampu memenuhi kebutuhan hidup para penduduknya. Sungai mengalir ke seluruh negeri melalui kanal-kanal dan tetap mengalir walau hujan tidak turun. Hujan disebut selalu turun sepanjang tahun.

Di belakang rumah "Kijlloer" ada tiga buah "rumah" kecil dari anyaman rotan ditopang empat tiang kecil (kemungkinan yang dimaksud semacam sanggah/merajan). Persembahan untuk para dewa dilakukan pada hari raya suci yang dirayakan dua kali dalam setahun. Hari raya pertama ketika padi mulai ditanam. Hari raya suci kedua dirayakan ketika padi akan dipanen.
 
Dalam tulisannya, Aernoudt Lintgenzoon mengatakan pada hari raya diadakan pesta besar yang diiringi gambelan yang meriah. Selain gambelan meriah, mereka (warga Kerajaan Bali) juga menyantap aneka hidangan lezat termasuk mengudap atau makan daging anjing pada saat pesta besar itu berlangsung.

Saat itu banyak terdapat aliran kepercayaan namun warga masyarakat saling menghargai antar kepercayaan, seperti kepercayaan menyembah matahari, bulan, sapi jantan dan sebagainya. Warga ada yang tidak makan daging sapi. Dalam setahun hanya dihitung 10 bulan dan sebulan ada 30 hari.

Reporter: bbn/litbang



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami