search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tradisi Ngelawar Saat Penampahan Galungan di Buleleng
Selasa, 15 September 2020, 15:45 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BULELENG.

Bagi sebagian masyarakat di luar kabupaten Buleleng, selalu beranggapan jika perayaan Galungan di 'Gumi Panji Sakti' ada di hari Pagerwesi. Namun, hal itu tidak terbukti saat warga di wilayah ujung utara pulau Bali ini melaksanakan penampahan Galungan.

Tradisi ngelawar bagi masyarakat Buleleng, tidak pernah dilewatkan saat penampahan Galungan atau sehari sebelum umat Hindu Bali merayakan kemenangan Dharma atau kabajikan.

"Sering terjadi di luar daerah kami, warga harus ngelawar justru di penyajaan Galungan. Artinya mendahului hari penampahan, maklum karena saat ini banyak dijumpai pembagian atau pemotongan hewan babi dilakukan hari senin, sehari sebelum penampahan. Tapi kami umumnya di Buleleng setahu saya, tetap komit ngelawar itu di saat hari ini, penampahan," ungkap Moyo warga jalan Veteran, Singaraja, Selasa (15/9) Buleleng.

Fakta lain yang menepis anggapan Galungan di Buleleng dirayakan biasa saja, terlihat saat mendatangi setiap rumah saat hari penampahan Galungan. Bahkan sejak pukul 06.00 WITA, sudah terdengar di setiap rumah warga suara Ketukan 'blakas di talenan' mencacah daging dan bumbu seperti bertalu-talu. 

"Memang benar jika saat Pagerwesi begitu ramai di Buleleng. Masalahnya, karena di luar kabupaten Buleleng, perayaan Pagerwesi terkesan seperti biasa saja dirayakannya. Sementara di Buleleng setiap hari suci, selalu dimeriahkan bahkan saat odalan desa di pura khayangan tiga. Jadi hal itulah yang terkesan jika Pagerwesi di Buleleng macam Galungan," beber Jro Paksi, dari Pasemetonan Pererepan Sari.

Ditegaskannya, saat penampahan Galungan sudah menjadi tradisi bagi warga di Buleleng untuk ngelawar. Bahkan khas jenis lawar yang disajikan selalu komit tanpa mengenal jenis lawar kuliner lain.

Putu Yogi dari Desa Pemaron, meyakinkan jika hanya lawar babi yang dikenal di Buleleng. Kata dia, bukan berati warga Buleleng tidak mengenal istilah lawar kuwir, lawar nangka, lawar gedang dan lain-lain. Baginya itu sayur bukan lawar. 

"Yang namanya ngelawar ya lawar babi. Yang lain sih bukan lawar, bumbunya saja yang sama," guyonnya penuh tawa.

Dari pantauan, hampir setiap warga di Buleleng menyajikan racikan lawar babi yang sama dan tidak ada jenis lawar lain.

Yang dimaksud lawarbabi adalah cacahan kulit babi dan daging babi disatukan dengan serutan kelapa yang dibakar. Adonan ini kadang dicampur darah yang sudah setengah masak. Jenis lainnya ada lawar getih (darah) atau disebut komoh. Ini murni berisi, gorengan daging iris dan jeroan dicampur darah matang yang kental. 

Untuk sajian makanan, tidaklah serta merta hanya membuat lawar. Terkadang dipadukan dengan membuat kuah balung, Tum babi serta jukut juuk (sayuran). Menariknya, dalam tradisi penampahan Galungan ini, pria lah yang bertugas sebagai pemasak. Daging babi itu diolah menjadi masakan yang dinamai Lawar.

"Budaya nge-Lawar adalah kesempatan bagi kaum pria untuk memasak yang disuguhkan kepada keluarga dan juga persembahan upacara (sesajen). Anggap saja selama enam bulan wanita yang sibuk di dapur. Namun untuk satu hari ini setiap enam bulan sekali, giliran kaum pria dari bapak dan anak-anak ikut berjibaku di dapur," Tandas Yogi.

Reporter: bbn/maw



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami