Sejarah Desa Tanjung Bungkak, Asal Mula dan Sisi Mistisnya
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Mengenal sisi sejarah Desa Tanjung Bungkak di Denpasar tidak lepas sebagai jalur yang menghubungkan antara wilayah Sanur dan Denpasar.
I Nyoman Oka Pariartha Karang, selaku Sekretaris Desa Sumerta Kelod yang juga warga Desa Tanjung Bungkak menceritakan asal mula sebutan Tanjung Bungkak berasal dari 2 kata yakni 'Semenanjung' dan 'Bungkak'. Hal ini dirujuk dari awig-awig desa yang mengacu pada Prasasti Blanjong di Griya di Sanur.
"Berdasarkan awig-awig yang disusun prajuru desa yang sebelumnya merujuk pada prasati Blanjong, Tanjung Bungkak berasal dari kata 'Semenanjung' dan 'Bungkak' yang dasar dari katanya 'Nungkak'," sebutnya.
Lebih jauh lagi, asal mula nama ini berawal dari kisah perjalanan pasukan dari Puri Sanur yang akan membantu penyerangan penjajah ke Puri Satria di Denpasar. Di tengah perjalanan, ternyata pasukan Puri Sanur bertemu dengan utusan Puri Satria dan menyampaikan keterangan bahwa Pihaknya telah dapat mengatasi peperangan tersebut.
Dalam tempat pertemuan itulah dan disampaikan pembatalan peperangan dan munculah kata 'Nungkak' yang artinya pembatalan atau penundaan yang kemudian dikenal kisah perjalanan yang 'nungkak' di Semenanjung.
"Perjalanan sane nungkak di Semenanjung jadilah Tanjung Bungkak. Jadinya perjalanan pasukan dari Puri Sanur ke Puri Satria tertunda di Tanjung Bungkak," ujarnya, saat peresmian Signage Tanjung Bungkak di depan Pura Kahyangan Desa Adat Tanjung Bungkak, Sabtu (6/2/2021).
Ia menjelaskan Desa Tanjung Bungkak merupakan desa tua yang induknya di Desa Sumerta. Meski demikian, Desa Tanjung Bungkak masih mempunyai ikatan dengan Desa Sumerta lantaran Pura Puseh Desa Tanjung Bungkak masih menjadi satu di Desa Sumerta.
"Disebut desa tua karena kami memiliki memiliki Pura Tri Kahyangan, yakni Pura Kahyangan, Pura Desa, dan Pura Dalem, namun sebagai upaya untuk menjaga tali kekerabatan Pura Puseh masih ikut di Desa Sumerta," katanya.
Terkait dengan tradisi yang unik, Oka menyebut setiap 6 bulan sekali desa wajib menggelar ritual 'Magarang Nasi' di Pura Tanjung Sari. Dalam ritual tersebut dijelaskan ada sesajen nasi, daging ayam, dan sambel yang pada saat penyineban nantinya muncul pertanda secara niskala dimana pertanda niskala sebagai bentuk aba-aba dimulainya secara spontan para warga untuk memakan bersama sesajen tersebut.
"Aba-aba ini tidak jelas bisa dibilang gaib," ujarnya sembari mengatakan ritual ini sebagai bentuk rasa syukur krama atas kesehatan dan kesejahteraan serta keselamatan yang telah diberikan selama ini.
Bahkan setelah tradisi megarang nasi, ada pantangan untuk tidak membersihkan areal dari prosesi ritual tersebut. Nasi sisa yang banyak berjatuhan ke tanah dibiarkan begitu saja.
Diyakini ada makhluk-makhluk lain, yang mungkin saja tidak terlihat juga akan menikmati nasi yang digarang itu. Sisa nasi dibiarkan hingga esok pagi dan keesokan hari, areal tersebut telah bersih dengan sendirinya.
Selain itu, pada awalnya Desa Tanjung Bungkak juga terkenal dengan pertunjukan seni kecak bagi wisatawan. Sebagai buktinya pada Jaba Pura Kahyangan Desa Adat Tanjung Bungkak hingga kini masih terdapat areal tempat duduk bagi penonton seperti arena pertunjukan jaman dulu.
"Dulunya sangat terkenal sekali Kecak Njungkak (singkatan Tanjung Bungkak-red) ini, namun lambat laun tenggelam seiring karena lebih dikenalnya Renon," ungkapnya.
Sisi mistis lainnya, menurut penuturan Oka, konon katanya di seputaran jalan Tanjung Bungkak kerap kejadian pengendara motor atau mobil tersesat karena melihat jalan bercabang atau 'mesepak' namun dalam riilnya tidak terlihat.
"Dulu saya waktu kecil kalau sudah jam 7 malam tidak ada orang yang berani melintas di jalan ini sepi sekali," imbuh Agung Prianta, salah satu warga Desa Tanjung Bungkak yang juga penggagas Signage desa tersebut.
Reporter: bbn/rob