Makna Kayu yang Dibenturkan pada Tradisi Mekotek di Desa Munggu
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Tradisi Mekotek atau Ngerebeg di Desa Adat Munggu, Badung sempat dilarang pelaksanaanya pada masa penjajahan Belanda karena saat itu pelaksanaan tradisi mekotek menggunakan tombak yang dikira oleh pihak Belanda masyarakat akan melakukan pemberontakan.
Sejak dilarang pelaksanaan tradisi Mekotek akhirnya sempat masyarakat desa diserang wabah bahkan, sampai ada meninggal dunia. Melihat kondisi tersebut akhirnya para tokoh Agama dan adat melakukan meditasi dan melakukan negosiasi kemudian pelaksanaan kegiatan tersebut akhirnya kembali dilaksanakan tentunya seijin pihak Belanda.
Meskipun akhirnya diizinkan, tetapi tombak yang biasa digunakan dalam Mekotek akhirnya diganti dengan sebatang kayu bernama kayu Pulet dengan panjang mencapai 4 meter. Hal itu dikisahkan oleh Bendesa Desa Adat Munggu, I Made Rai Sujana belum lama ini di Desa Munggu, Badung.
"Tradisi Mekotek sempat dilarang oleh Belanda atau penjajah saat itu. Hal tersebut dilakukan oleh pihak Belanda dikarenakan dikira akan melakukan pemberontakan terhadap penjajah," jelasnya.
"Para tokoh Agama akhirnya saat itu melakukan Semedi di Pura Dalem Desa yang akhirnya mendapat pawisik bahwa kondisi tersebut disebabkan karena tidak dilaksanakannya tradisi Mekotek tepatnya saat Hari Raya Kuningan tersebut," paparnya.
Selanjutnya negosiasi dilakukan ke para penjajah, tokoh adat dan agama akhirnya, pelaksanaan tradisi Mekotek diberikan kembali dilaksanakan. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya sarana tombak yang biasa digunakan akhirnya diganti dengan sebatang kayu berjenis kayu Pulet.
"Akhirnya saat itu menggunakan Kayu Pulet dengan panjang tiga setengah sampai empat meter. Dengan ujung kayu dihias dengan muncuk daun pandan yang merupakan simbul dari lancipnya dari ujung tombak sedangkan di bawah daun pandan tersebut dihias dengan Tamiang," bebernya.
Maka, sejak saat itu mulai diyakini sekali bahwasanya tradisi Mekotek tersebut sebagai penolak bala. "Kayu yang saling berbenturan tersebut diyakini mampu mengusir roh-roh jahat hendak menganggu masyarakat khususnya di wilayah desa adat Munggu," ucapnya.
Selain itu dari cerita turun temurun tradisi Mekotek juga dikaitkan memperingati kemenangan prajurit dalam peperangan merebut kembali kekuasaan kerajaan Mengwi yang ada di Blambangan, Jawa Timur. Dari sejarahnya diperkirakan mulai masa jaya kerajaan Mangupura, Mengwi kurang lebih tahun 1700 dimana kerajaan Mangupura, Mengwi dahulu memiliki dua istana.
Satu istana berada di Mengwi dan di Desa adat Munggu. Raja Mengwi saat itu bernama Ida Cokorda Made Munggu. Beliau beristana di Puri Mengwi Mangupura. Sedankan Adik beliau bernama Ida Cokorda Nyoman beristana di Desa Munggu.
Saat kejayaan Mengwi wilayah kekuasaan saat itu sampai di daerah Blambangan, Jawa Timur. Mendengar kekuasaan Raja Mengwi direbut oleh kerajaan yang ada di Jawa saat itu. Akhirnya diutuslah prajurit-prajurit di Desa Munggu untuk mempertahankan kekuasaan kerajaan Mengwi yang ada di Blambangan tersebut.
Sebelum pasukan yang saat itu bernama Guak Selem atau Trauna Munggu bertempur, terlebih dahulu melakukan semedi di Pura Dalem yang ada di Desa adat Munggu tepatnya pada hari Raya Kuningan.
Disana beliau mendapat pewisik saat melaksanakan semedi, yang mana jika berhasil pasukan nantinya mampu menaklukan pasukan di Blambangan maka, kemenangan nantinya akan diperingati setiap Tumpek Kuningan dengan sebuah tradisi Mekotek atau Ngerebeg.
Singkat ceritra akhirnya pasukan Guak Selem atau disebut Trauna Munggu berhasil menaklukan pasukan di Blambangan tersebut.
"Dengan keberhasilan tersebut maka,diperingatilah kemenangan tersebut dengan tradisi Mekotek yang tidak lain bisa dikatakan untuk memperingati kemenangan dalam upaya mempertahankan wilayah kekuasaan kerajaan Blambangan," pungkasnya, sembari menambahkan, jadi sampai saat ini tradisi Mekotek atau Ngerebeg merupakan suatu kebudayaan non benda yang memiliki hak paten.
Reporter: bbn/aga