Narkoba dan Fungsi Seksual
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Seorang laki-laki empat puluh tahun datang ke tempat praktek bertanya tentang bahaya dan hubungannya antara narkoba dengan kemampuan melakukan hubungan seksual, karena ada sahabatnya yang menawarkan menggunakan pil ekstasi untuk meningkatkan potensi seksual.
Apakah ini benar?
Banyak penelitian yang menjelaskan tidak ditemukan efek yang benar-benar positif dari penggunaan narkoba pada hubungan seksual. Kalaupun dirasakan ada, semua sifatnya adalah bukan efek pasti, tetapi justru karena efek dari karakter narkobanya semata.
Pil ekstasi yang merupakan narkoba jenis stimulant, yang memberi efek membuat otak dipacu bekerja lebih dari semestinya, sehingga terkesan bahwa ada manfaat dalam meningkatkan potensi seksual. Padahal itu keliru, ibaratnya hanya dipacu sejenak dan menjadi lemah setelahnya.
Kalaupun tetap dipaksakan dan akhirnya seseorang terbiasa untuk menggunakan narkoba dalam berhubungan seks, mereka akan merasa tidak berdaya untuk berhubungan seks normal tanpa bantuan narkoba. Ini disebabkan oleh adanya ketergantungan psikis terhadap jenis narkoba tertentu sehingga berakibat negatif pada fisik, terutama fungsi motorik organ seksual.
Dalam prakteknya di lapangan malah sering kali banyak juga yang bereksperimen dengan mencampurnya dengan bahan atau obat lain. Ini malah bisa jadi lebih berbahaya. Mencampur alkohol dengan ekstasi misalnya, dapat meningkatkan tekanan pada jantung secara tajam.
Sangat banyak yang masih percaya jenis stimulansia seperti ekstasi dapat meningkatkan kenikmatan dan kualitas hubungan seksual. Sayangnya, semuanya sama sekali tidak memiliki dasar ilmiah. Justru yang kerap terjadi malah sebaliknya. Dan sudah banyak kasus fatal, nyawa melayang karena mengonsumsi ineks, yang merupakan turunan amfetamin ini.
Dalam riset yang menghubungkan antara ineks dan kenikmatan seks disebutkan justru ineks bertendensi membuat laki-laki menjadi sulit mengalami ereksi yang maksimal.
Ineks sering membuat penggunanya menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan atau sensasi seksual lainnya, namun pada akhirnya ineks sesungguhnya membawa efek terbalik pada kebanyakan pengguna sehingga menurunkan kenikmatan seksual. Efek lanjutnya juga jika ineks digunakan dalam jangka waktu lama akan menimbulkan depresi yang kemudian akan menuju kepada disfungsi ereksi psikogenik.
Jadi, sesungguhnya semua efek psikis yang diduga membantu potensi seksual yang ditimbulkan narkoba sangat tergantung pada dosis, situasi, mood dan kebugaran seseorang. Bisa jadi anda menyukai seks ketika “fly” karena narkoba atau alkohol. Namun hal ini tidak dapat bertahan lama, satu per satu masalah akan muncul.
Itu artinya efek yang dikejar selama ini adalah efek palsu. Seringkali kekuatan sugesti otak manusia yang mampu mendominasi untuk mempersepsi efek tertentu yang kemudian diyakini sebagai sebuah kebenaran, padahal kebenaran sesungguhnya yang terjadi adalah sebaliknya.
Kesimpulannya, sebaiknya tidak dicoba menggunakan narkoba terutama jenis stimulansia seperti ineks atau ekstasi untuk membantu gairah seksual yang disebutkan menurun selama pandemi. Konsultasikan keluhannya ke dokter untuk memastikan penyebab keluhannya, apakah ada gangguan fisik, psikis, atau kombinasinya, untuk dipilihkan terapi yang tepat. Semakin awal dikonsultasikan, semakin baik.
Editor: Juniar
Reporter: bbn/oka