search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Akhir Kasus KDRT Pasutri Jembrana yang Hanya Dipicu Soal Garam
Jumat, 24 Januari 2025, 19:43 WITA Follow
image

beritabali/ist/Akhir Kasus KDRT Pasutri Jembrana yang Hanya Dipicu Soal Garam.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Kejaksaan Negeri Jembrana pada Jumat (24/1/2025) menyerahkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan tersangka I Made Darmawan. 

Acara tersebut berlangsung di kantor Kejaksaan Negeri Jembrana dan dipimpin oleh Plh. Kepala Kejaksaan Negeri Jembrana sekaligus Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, I Wayan Adi Pranata, S.H., M.H., didampingi Jaksa Fasilitator Miranda Widyawati, S.H., dan Selma Nabillah, S.H.

Kasus ini bermula dari percekcokan rumah tangga yang terjadi di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Tersangka, dalam kondisi marah, memecahkan pot bunga di teras rumah dan melemparkan serpihan pot, genteng, serta sandal ke arah korban, Ni Luh Gede Sriniasih. Akibatnya, korban mengalami luka lecet di pipi kiri, mata kiri, serta memar di lengan atas kiri dan kanan.

Dalam konferensi pers, I Wayan Adi Pranata menjelaskan bahwa penghentian penuntutan terhadap tersangka dilakukan berdasarkan sejumlah pertimbangan. 

"Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan telah terjadi perdamaian antara tersangka dan korban tanpa syarat. Perdamaian ini juga mendapat dukungan dari tokoh masyarakat serta keluarga korban," ujar Wayan.

Ia menambahkan, penghentian penuntutan ini telah sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Dalam kasus ini, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan korban juga tidak ingin perkara dilanjutkan ke persidangan.

Sementara peristiwa bermula dari kesalahpahaman di dalam rumah tangga. Korban, Ni Luh Gede Sriniasih, mencurigai garam yang berserakan di lantai rumah sebagai bagian dari upaya guna-guna. Tersangka kemudian menjelaskan bahwa garam tersebut ditaburkan oleh mertuanya, I Wayan Budiasa, sebagai bentuk kepercayaan lokal untuk menolak bala karena cucu mereka sedang sakit dan sulit tidur.

Namun, korban tidak menerima penjelasan tersangka dan memakinya, sehingga memicu kemarahan tersangka dan menyebabkan percekcokan yang berujung pada tindak kekerasan.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/jbr



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami