7 Mitos dan Pantangan Seputar Gunung Agung Bali
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Gunung Agung merupakan salah satu primadonanya Bali. Ketahui mitos dan pantangan gunung ini supaya pendakian mu aman dan selamat sampai puncak. Gunung Agung yang memiliki tinggi 3.124 mdpl ini memiliki sederet mitos dan larangan yang tidak boleh dilanggar.
Selain menjadi favorit para pendaki, Gunung Agung yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali juga terkenal dengan kesakralannya yang masih terjaga hingga saat ini.
Pemangku di Pura Pasar Agung Jro Mangku Gede Umbara (60) mengatakan bahwa sebenarnya terkait dengan cerita-cerita yang beredar, ia tidak berani menyebut bahwa itu hanyalah sebuah mitos. Sebab menurutnya sudah banyak terbukti jika mitos dilanggar akan mendapatkan bahaya saat melakukan pendakian di Gunung Agung.
Untuk traveler yang sedang merencanakan pendakian ke Gunung Agung, kamu boleh percaya atau tidak percaya soal mitos-mitos dan pantangan tersebut. Namun, masyarakat Hindu di sana sangat menjunjung tinggi kesakralan Gunung Agung.
Berikut sederet mitos dan pantangan di Gunung Agung yang diungkap oleh Jro Mangku Gede Umbara.
1. Tidak Boleh Bawa Daging Sapi atau Babi
Jro Mangku Gede Umbara (60) mengatakan mitos pertama adalah tidak boleh membawa daging sapi atau babi saat melakukan pendakian ke puncak Gunung Agung. Karena berdasarkan cerita-cerita orang tua zaman dulu, Ida Bhatara yang ada di Gunung Agung dalam bentuk Siwa. Siwa dalam hal ini kendaraannya adalah sapi atau lembu.
"Sehingga sapi dianggap suci, jadi tidak diperbolehkan membawa daging sapi ke puncak Gunung Agung, jika itu dilanggar maka akan menemui kendala maupun bahaya saat melakukan pendakian," kata Jro Mangku Umbara.
2. Orang Berilmu Spiritual Tinggi Bisa Menemukan Sapi Hitam Besar
Jro Mangku Umbara mengatakan bagi mereka yang memiliki ilmu spiritual yang tinggi saat melakukan pendakian ke puncak Gunung Agung sering menemukan sapi hitam besar. Maka dari itu sampai saat ini membawa daging sapi ke puncak Gunung Agung sangat tidak diperkenankan.
3. Dilarang Membawa atau Menggunakan Emas
Selain itu, bagi para pendaki juga tidak diperkenankan untuk membawa atau menggunakan peralatan emas ke puncak Gunung Agung. Karena gunung dalam niskala atau alam tidak nyata merupakan sebuah emas. Jadi jika pendaki membawa emas maka energinya akan menjadi lebih besar.
"Jika kita lantas membawa emas maka akan menimbulkan bahaya dan itu juga sudah banyak terjadi kefatalan, di mana saat mendaki bisa datang angin kencang, terpeleset bahkan ada yang sampai meninggal," ungkap Jro Mangku Umbara.
4. Dilarang Mendaki di Hari Tertentu
Ada hari-hari tertentu yang tidak boleh melakukan pendakian ke Gunung Agung. Seperti Sabtu Kliwon atau Tumpek, Rabu Wage, Selasa Kliwon.
Karena sejak dahulu, hari-hari tersebut merupakan payogaan Ida Bhatara di Gunung Agung. Saat hari-hari itu di Gunung Agung bisa tiba-tiba terjadi gelap, kadang juga terjadi angin berhembus sangat kencang dan yang lainnya.
5. Pantangan Masyarakat Setempat Ucap "Puyung"
Bagi masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Agung, di sana juga terdapat beberapa penghasilan yaitu buah belanding atau buah yang mirip seperti pete dan itu bisa dijual. Jika saat melakukan panen masyarakat mengucapkan "puyung" maka seluruh buah belanding akan kosong isinya.
Pantangan itu memang benar adanya karena sudah terbukti begitupun sebaliknya. Jadi masyarakat di kaki Gunung Agung harus berhati-hati dalam berucap.
6. Larangan Menekan Lutut
Jika melakukan pendakian ke puncak Gunung Agung setelah melewati Pura Tirta Mas tidak diperbolehkan untuk menekan lutut. Jika itu dilakukan maka tidak akan pernah bisa mencapai puncak dan itu masih terbukti sampai saat ini.
7. Pantangan Melakukan Aktivitas Pendakian Saat Piodalan di Pura Pasar Agung
Saat piodalan di Pura Pasar Agung, dari mulai nyejer atau Ida Bhatara melinggih juga tidak diperkenankan untuk dilakukan aktivitas pendakian. Dan jika itu dilanggar maka akan dilakukan peringatan atau teguran. Biasanya Ida Bhatara nyejer selama 11 hari lamanya sampai dilakukan penyineban.
"Saat piodalan di Pura Pasar Agung pernah ada pendaki yang melanggar sehingga terjadilah kefatalan ada yang jatuh, sakit bahkan ada yang sampai patah. Sehingga kita harus percaya dengan keajaiban itu dan pendaki harus taat akan aturan," jelas Jro Mangku Umbara. (Sumber: detik.com)
Reporter: bbn/net