search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
BPOM AS : Antidepresan Justru Meningkatkan Kasus Bunuh Diri pada Remaja
Kamis, 17 Februari 2022, 22:05 WITA Follow
image

bbn/liputan6.com/BPOM AS : Antidepresan Justru Meningkatkan Kasus Bunuh Diri pada Remaja

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Depresi pada kelompok remaja sangat diremehkan. Bahkan. sekitar dua per tiga remaja yang depresi tidak mendapat perawatan kesehatan mental sama sekali. Sementara mereka yang mendapatkannya, sebagian besar bergantung pada obat antidepresan, lapor The Conversation.

Namun, pada 2003, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) memperingatkan bahwa penggunaan antidepresan di beberapa bulan awal pada remaja dapat memicu pemikiran dan perilaku bunuh diri.

Tujuan dari peringatan itu adalah untuk mendesak dokter agar memantau pemikira bunuh diri di awal pengobatan pada pasien remaja.

Peringatan ini muncul di mana-mana, baik di TV, internet, iklan cetak dan berita. Sementara yang paling kuat justru muncul di wadah obat itu sendiri.

Namun ternyata, peringatan ini menimbulkan dampak lain yang tidak diinginkan, yakni berkurangnya perawatan kesehatan mental dan peningkatan kasus bunuh diri pada remaja.

Dampak peringatan FDA terhadap kasus bunuh diri pada remaja

Hal ini terbukti dalam penelitian oleh University at Buffalo, Kota New York, yang menganalisis data dari 1990 hingga 2017 tentang kematian bunuh diri oleh remaja dan dewasa muda di Amerika Serikat.

Mereka menemukan bahwa selama periode pra-peringatan, ada tren penurunan yang stabil, mengikuti ketersediaan antidepresan baru.

Tren tersebut berbalik, setelah tahun 2003, kematian bunuh diri remaja meningkat secara signifikan. Lalu peneliti menerapkan temuannya ke seluruh populasi remaja dan dewasa muda di AS.

"Hasil analisis menunjukkan ada hampir 6.000 kematian akibat bunuh diri tambahan hanya dalam enam tahun pertama setelah FDA mengeluarkan peringatan, dari 2005 hingga 2010," jelas peneliti, Ross Koppel, profesor Informatika Biomedis dari University at Buffalo.

Ia melanjutkan bahwa angka tersebut terus meningkat setelahnya.

Temuan ini sejalan dengan semakin banyak penelitian menegaskan bahwa peringatan FDA memiliki efek buruk, yakni menakuti banyak pasien, serta orang tua dan dokter.

Sehingga, mereka menjauh dari obat antidepresan dan psikoterapi yang sebenarnya dapat mengurangi gejala utama depresi.

Menurut peneliti, peringatan tentang antidepresan perlu dievaluasi kembali.

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami