Ekuador Gelar Pilpres Dua Pekan Usai Insiden Penembakan Capres
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Ekuador menggelar pemilihan umum presiden pada Minggu (20/8), kurang dari dua pekan usai insiden penembakan salah satu calon presiden Fernando Villavicencio.
Pada pilpres Ekuador kali ini, delapan nama capres bersaing memperebutkan kursi presiden. Salah satu prioritas utama dalam kampanye delapan capres Ekuador adalah menindak kejahatan terorganisir yang belakangan makin marak di negara itu.
Diberitakan AFP, capres paling unggul dalam pemilu kali ini adalah Luisa Gonzales, seorang pengacara dari partai sayap kiri mantan presiden Rafael Correa.
Sementara Villavicencio yang tewas ditembak sekelompok orang saat kampanye, digantikan oleh seorang eks jurnalis Christian Zurita. Beberapa jam jelang pemungutan suara, Zurita juga mengaku sempat menerima ancaman pembunuhan.
"Ancaman terhadap hidup saya dan tim tidak akan menghentikan kami, meski harus menggunakan protokol keamanan yang lebih besar," tulis Zurita di X (sebelumnya Twitter).
Selain dua nama tersebut, kandidat lain yang juga punya harapan besar adalah pengusaha sayap kanan, Jan Topic.
Dijuluki "Rambo", mantan penerjun payung dan penembak jitu French Foreign Legion itu bersumpah memusnahkan geng kriminal dan membangun lebih banyak penjara di Ekuador.
Baca juga:
Rusia Hantam Ukraina Kala Zelensky ke Swedia
Dua kandidat lainnya adalah mantan wakil presiden sayap kanan Otto Sonnenholzner dan pengacara sayap kiri Yaku Perez.
Untuk memenangkan putaran pertama, seorang kandidat harus meraih 40 persen suara atau unggul 10 poin dari pesaing terdekatnya. Pemilu putaran kedua diperkirakan bakal digelar pada 15 Oktober mendatang.
Selain presiden, para pemilih juga akan memilih anggota parlemen untuk menduduki 137 kursi.
Selama pemungutan suara hari ini, militer dikerahkan ke seluruh wilayah di Ekuador yang dimulai sejak pukul 7 pagi hingga 5 sore waktu setempat.
Sebelumnya diketahui serangkaian aksi teror dan pembunuhan jelang pemilu terjadi di Ekuador. Fernando Villavicencio bahkan tewas ditembak hanya 11 hari jelang pemungutan suara.
"Ini benar-benar pemilu yang tidak biasa, dalam situasi yang pada dasarnya mengerikan di Ekuador karena kekerasan yang ada," kata ahli politik Anamaria Correa Crespo kepada AFP.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net