Korupsi Sebesar Rp 8,8 Triliun di Garuda Rupanya Terjadi Sejak 2005
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi terjadi di maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Hal itu berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait pengadaan pesawat Garuda tahun 2011-2021 yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut, tindak pidana korupsi yang merugikan negara senilai Rp 8,8 triliun tersebut menyeret dua orang tersangka baru yang terlibat, yaitu Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2005-2014 Emirsyah Satar (ES) dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS). Sehingga, secara total sudah ada lima tersangka yang menjadi tikus berdasi di maskapai BUMN tersebut.
"Hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda Indonesia senilai Rp 8,8 triliun. Itu kerugian yang ditimbulkan oleh PT Garuda Indonesia," ujarnya dikutip Selasa (28/6).
Sementara, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan perhitungan yang dilakukan BPKP terkait pengadaan pesawat jenis CRJ-1000 dan ATR-72 berjumlah 23 unit.
"Ini pengadaannya yang nilainya terlalu tinggi. Sehingga pada saat pengoperasiannya itu, nilai biaya operasionalnya itu lebih tinggi dari pada pendapatannya. Ini yang kami hitung mulai dari tahun 2011 sampai dengan 2021," jelasnya.
Pekan lalu, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap II) atas 3 berkas perkara tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2011-2021 kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2022).
Serah terima dilaksanakan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Seperti dikutip dari siaran pers Kejagung, ada tiga berkas perkara masing-masing atas nama tersangka AW (Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery 2009-2014, Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000, dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600), tersangka SA (Setijo Awibowo selaku Vice President Strategic Management Office 2011-2012, Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000, dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600), dan tersangka AB (Albert Burhan selaku VP Treasure Management 2005-2012).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pelaksanaan tahap II tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011.
Di mana diketahui dalam rangkaian proses pengadaan pesawat CRJ-1000 tersebut baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
"Dalam tahapan perencanaan yang dilakukan tersangka SA, tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi BOD dan persetujuan BOD. Lalu kemudian dalam tahap pengadaan pesawat evaluasi, dilakukan mendahului RJPP dan/atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis "full service airline" PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk," ujar Ketut.
Menurut dia, ES selaku Direktur Utama, H selaku Direktur Teknik, tersangka AW, tersangka AB dan tersangka SA bersama tim perseroan/tim pengadaan melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten dalam penetapan kriteria, dan tidak akuntabel dalam penetapan pemenang.
Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar US$ 609.814.504 atau nilai ekuivalen Rp 8.819.747.171.352.
Tersangka Emirsyah Satar dan Tersangka Soetikno Soedarjo disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Meskipun Emirsyah dan Soetikno ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, namun tidak dilakukan penahanan karena para tersangka sedang menjalani masa tahanan terkait kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Sumber: CNBC Indonesia)
Reporter: bbn/net