20 Persen TKI Jadi Korban Trafficking

Denpasar

Jumat, 21 Juni 2013, 19:02 WITA Follow
image

google/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Agum Gumelar menyatakan pengiriman TKI ilegal ke luar negeri sangat berpotensi terjadinya perdagangan manusia (human traficking).

Modus trafficking di Indonesia, kata  Linda Gumelar, 70 persen berawal dari pengiriman tenaga kerja Indonesia yang illegal ke dalam dan luar negeri.

"Data terakhir menunjukkan, ada 90,3% dari korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terdiri dari perempuan dan 23,6% terdiri dari anak, yang merupakan kelompok rentan terhadap kekerasan. Kita ingin agar data ini semakin tahun semakin berkurang atau bahkan menjadi zero. Namun untuk mencapai hal itu, perlu ada kerjasama lintas sektor dari hilir hingga ke hulu," ujarnya, di Denpasar, Jumat (21/6/2013).

Dari sisi jumlah TKI yang bekerja di luar negeri, diperkirakan terdapat 6,5-9,0 juta TKI Indonesia bekerja di luar negeri dan sekitar 20% menjadi korban trafficking. Menurut Linda Gumelar, faktor penyebab trafficking sebagian besar karena faktor kemiskinan, adanya 'demand' yang mengikat dari negara/wilayah penerima dan tingginya profit yang diperoleh bagi pebisnis buruh migran.

Selain itu, human traficking juga berasal dari pernikahan usia muda, perkawinan kontrak dan sebagainya. "Biasanya akibat nikah muda, kawin kontrak, gampang diceraikan, terus mereka akhirnya bekerja menyambung hidup sebagai pelayan karaoke, PSK dan sebagainya. Ini juga bagian dari human traficking dan sulit terjangkau atau tersentuh kontrol dan hukum," imbuhnya.


Selain itu, kata Linda Gumelar, modus untuk human traficking saat ini juga makin canggih yakni melalui dunia maya. Mereka bisa bertransaksi secara online sehingga aparat pun sulit mengendus transaksi secara online tersebut. "Aparat sudah melakukan banyak hal untuk meminimalisir berbagai modus yang sudah ada," paparnya.

Dalam pelaksanaannya sudah ada kemajuan yang cukup berarti diantaranya adalah adalah dibentuknya berbagai lembaga/unit maupun pusat perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di berbagai wilayah di Indonesia, dimana trafiking merupakan salah satu bagian dari kekerasan itu.

Sampai saat ini, tercatat sudah ada 25 pemerintah provinsi dan 83 kabupaten/kota yang mengalokasikan anggaran daerah untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sudah terbentuk Pusat Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan atau (P2TP2A) di 27 provinsi dan 197 kabupaten/kota.

"Itu sudah terbentuk gugus tugas trafficking di 27 propinsi dan 88 kabupaten/kota,  sudah terbentuk 123 lembaga layanan korban kekerasan berbasis rumah sakit dan terakhir sudah terbentuk unit perlindungan perempuan dan anak atau UPPA di 456 Mapolres di Indonesia,"jelasnya. (dws)
 

logo

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Reporter: bbn/sin



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami