search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Banyak Berita Media Masih Lecehkan Perempuan
Jumat, 13 Maret 2015, 00:00 WITA Follow
image

beritabalicom

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Pemberitaan media di Indonesia selama ini masih belum mendukung pemberdayaan kesetaraan gender. Bahkan ada konten berita terkait kekerasan terhadap perempuan, yang malah memojokkan dan melecehkan perempuan yang sudah menjadi korban kekerasan.

Hal ini terungkap dalam kegiatan Pelatihan Penulisan Responsif Gender, yang diselenggarakan di Hotel Arjuna, jalan Mangkubumi. Jogjakarta, Selasa (27/1/2015). Pelatihan yang diikuti puluhan jurnalis berbagai kota di Indonesia ini digelar hingga 29 Januari 2015. Pelatihan terselenggara atas kerjasama Pemerintah Australia, Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU), dan On Track Media.

Eko Bambang Subiantoro dari Aliansi Laki-Laki Baru yang menjadi salah satu pembicara menyatakan, problem atau masalah terkait perempuan, selama ini jarang yang masuk dalam berita. Berita lebih didominasi isu politik dan berita-berita tema lainnya seperti bencana dan kriminal. 

"Berdasarkan riset yang saya lakukan di sejumlah media nasional tahun 2012, media masih jarang mengangkat persoalan perempuan. Banyak berita terkait perempuan yang belum mendukung pemberdayaan kesetaraan gender, tapi justru beritanya memarginalkan perempuan,"ujarnya.

Eko mencotohkan berita pemerkosaan, dimana masih banyak wujud berita negatif terhadap perempuan yang muncul di media. Eko juga menyoroti banyaknya  berita stereotype terhadap perempuan, semisal menyebut kata 'perempuan tambun', 'perempuan berdandan menor', ekploitasi kata 'janda' dan aneka stereotype lainnya.

"Banyak berita yang masih melecehkan perempuan, masih ada kriminalisasi perempuan dalam berita, dalam berita perempuan sering menjadi sumber masalah, ada pemberitaan misoginis (kebencian terhadap perempuan), berita perkosaan di media dianggap sebagai ranah kreasi kesenangan, dan berbagai contoh lainnya,"papar Eko.

Menurut Eko, masih banyak ditemukan berita di media yang belum berbasis gender dan tidak konstruktif membangun kesetaraan gender. "Oleh karena itu perlu ada pelatihan jurnalisme responsif gender, yakni praktek jurnalisme yang mempromosikan ide-ide tentang keadilan dan kesetaraan gender antara laki perempuan dalam pemberitaan, "ujarnya.

Sementara Sri Dewi Susanty dari MAMPU menyatakan, lewat pelatihan yang diberikan, jurnalis diharap akan memiliki kemampuan dan pengetahuan praktis tentang responsif gender. "Lewat pelatihan, para jurnalis lokal akan mampu meningkatkan kualitas artikel berita yang ditulis, meningkatkan  kesadaran, mempengaruhi pola pikir masyarakat dan para pengambil kebijakan terkait isu kemiskinan dan perempuan di Indonesia," ujarnya.

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami