search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mangku Mokoh, Alasan Dibalik Aksi Nekat Mendaki Gunung Agung (I)
Selasa, 26 Desember 2017, 05:57 WITA Follow
image

beritabalicom/gede

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Nama Mangku Mokoh belakangan ini menjadi viral di sosial media karena aksi nekatnya mendaki Gunung Agung di tengah bahaya status Awas.
 
Selama ini, alasan dibalik aksi berbahaya pria bernama asli Ketut Arta tersebut tidak ada yang tahu. Bahkan beberapa orang berspekulasi bahwa aksinya tersebut hanya untuk popularitsas semata.
 
Untuk mengungkap alasan Mangku Mokoh melakukan aksi berbahayanya tersebut,  Beritabali.com mendatangi dan bertemu langsung dengan Mangku Mokoh di sebuah warung sederhana yang berada di Dusun Pura Gae,  Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Senin (25/12).
 
Saat ditemui, pria kelahiran 1973 tersebut tanpa sungkan mengungkapkan alasan dibalik aksi berbahayanya tersebut. 
 
Berawal dari pencarian hari baik atau dewasa ayu untuk menanam sayuran dengan metode 7 aksara yang diwariskan secara turun temurut oleh mendiang ayahnya. Namun secara tidak disengaja hasil perhitungan 7 satra tersebut malah menunjukkan akan terjadi gempa pada sasih ketiga mendatang.
 
“Saya sempat sampaikan kepada warga bahwa akan terjadi gempa pada saat sasih tersebut, ternyata benar terjadi gempa namun gempa terus terjadi hingga sasih kapat dan kelima,” kata Mangku Mokoh.
 
Dari sanalah dirinya teringat dengan “Lontar Roga Segara Bumi” milik almarhum Jro Mangku Widhi ayah Mangku Mokoh. Dibukalah lontar tersebut untuk memastikan metode perputaran 7 sastra tersebut dan ternyata memang dikatakan akan terjadi gempa.
 
Disisi lain, setelah membuka lontar tersebut ternyata ada suatu ritual yang harus dilakukan. Jika tidak dilaksanakan, maka risikonya akan terjadi sesuatu yang buruk kepada keturunannya.
Hal inilah yang menjadi dasar bagi Mangku Mokoh untuk melakukan ritual ke puncak Gunung. Hingga saat ini sudah sembilan kali pendakian dilakukan. Yang terakhir, pendakian dilakukan pada tanggal 23 Desember lalu, yang diakuinya menjadi perjalanan terberatnya mendaki Gunung Agung selama ini.
 
“Sebenarnya ritual ini harus dilakukan di tempat yang tinggi, bisa juga di hadapan pelinggihan Ida Hyang Guru, namun saya memilih untuk melakukannya di Puncak Gunung Agung,” ungkapnya.
 
Ritual pertama dilakukan pada taggal 9 Agustus lalu, dengan membawa 333 jenis pucuk tumbuhan beserta 18 ribu helai benang Tridatu. Saat itu daun yang pertama kali dimbilnya adalah daun lateng, namun untuk alasannya kenapa memilih daun lateng, dirinya enggan untuk menjawabnya.
 
Ritual kedua, kali ini Mangku Mokoh diharuskan mempersembahkan 77 jenis bunga ke puncak Gunung Agung.
 
Selanjutnya pendakian ketiga kalinya, ia membawa pala bungkah dan gantung atau disebut juga buah dan umbi-umbian.
 
Pendakian ke empat, Mangku Mokoh bersama rekannya menghaturkan Angsa, Bebek, Ayam Mekeem atau disebut juga ayam yang sedang mengerami telurya.
 
“Ini secara kebetulan juga kita dapat ayam dari Buleleng yang jumlah telur yang dieraminya 9 butir, dan kebetulan juga ayam tersebut bertelur di pelinggihan Ida Hyang Guru,” ujarnya.
 
Kemudian di pendakian ke lima dilanjutkan dengan sarana memakai babi plan atau babi brumbun dan anjing belang bungkem. Sementara untuk ritual ke enam, ketujuh, dan kedelapan Mangku mokoh melakukan ritual mengambil benang tridatu yang sudah ditaruhnya di atas puncak Gunung Agung selama 42 hari atau satu bulan tujuh hari hitungan kalender Bali.
 
Lanjut pendakian yang kesembilan dilakukan ritual “mendem pedagingan" di tiga lokasi yakni di bawah, tengah, dan atas.
 
Mangku Mokoh sendiri mengaku akan melakukan pendakian yang ke sepuluh. Namun untuk waktunya masih menunggu hari baik.
 
Mangku Mokoh mengungkapkan, jika dimaknai lebih jauh, secara umum tujuan dari dilakukannya persembahyangan dan ritual tersebut, hanya semata-mata untuk memohon keselamatan dan kerahayuan bagi seluruh umat di Bali pada umunya.
 
Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga memastikan bahwa apa yang dilakukan murni karena sebuah kewajiban, bukan karena ingin mencari popularitas. 
 
“Tidak ada seorang pun yang mampu untuk melebihi kekuasaan Ida Sang Hyang Widi Wasa,” tandasnya.[bbn/igs/psk]

Reporter: Kominfo NTB



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami