search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Dasar Penciptaan Gerak Kembali Pada Gerak Tari Yang Murni
Sabtu, 7 April 2018, 07:30 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Gerak tari itu akan menjadi indah bila tumbuh dari dalam diri dan mengembalikannya pada gerak yang murni dulu sebelum memperindahnya,” terang Ida Ayu Wayan Arya Satyani, S.Sn., M.Sn, ketika tampil sebagai pembicara dalam Workshop Cipta Gerak dan Seni Pertunjukkan Kontemporer.

Workshop ini bagian dari Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya III di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar, yang diselenggaran Dinas Kebudayaan provinsi Bali, Jumat (6/4) kemarin. Pemahaman Arya Satyani ini berawal dari saat ia masih duduk di bangku kelas II SMP. Ketika itu ia masih erumur 14 tahun. Ketika itu sang ayah seorang budayawan Bali, Ida Wayan Oka Granoka memintanya untuk menterjemahkan sebuah  gending rare yang isinya tentang keindahan alam semesta ke dalam sebuah tarian.  
 
Dalam gending itu ada lirik: “…../gadung kasturi kauk-kauk managih jagjagin, mangurege lung marempyah/”. Saat menterjemahkan kauk-kauk atau melambaikan tangan untuk memanggil ketika itu Satyani mengaku menggunakan gaya ngulap-ngulap seperti yang ia pelajari dalam pembendaharaan gerak tarik Bali. Tetapi Granoka sebagai ayah Satyani memiliki persepsi berbeda. 
 
Ia meminta Satyani untuk melakukan gerak layaknya memanggil orang kesehariaan dan diperindah hanya dengan memberi rasa mengikuti alunan lagu. “Ketika itu saya bertanya-tanya dengan nada rasa berontak atau malu menggerakkannya karena merasa kurang indah. Rupanya kejadian itu, kesederhanaan itulah yang mempengaruhi saya begitu kuat hingga saat ini,” aku Satyani. 
 
Sejak itu Satyani mengaku bahwa dalam dalam mencipta gerak, ada baiknya untuk mengembalikannya pada yang murni terlebih dahulu sebelum memperindah atau melakukan stilisasi. “Sehingga  jika terjadi pengembangan (stilisasi) gerak yang dibangun akan memiliki karakteristik tersendiri,” tegas Satyani.
 
Pembicara lain dalam workshop, I Gede Gusman Adi Gunawan atau Wawan Gumi Art mengungkapkan  gerak tari dapat mengambil dari gerak-gerak binatang, tumbuh-tumbuhan, alam semesta seperti angin, hujan dan lainnya. Gerak juga dapat mengambil dari gerak keseharian seperti gerak kerja atau aktivitas  lainnya.
 
Gerak-gerak tari seperti itu memiliki berbagai macam tingkat pengungkapan  yang biasa disebut gerakan imitatif (menirukan), mimetis (meragakan), stilisasi (penghalusan) dan distortif (merusak atau menjauhkan). “Namun gerak tari yang paling banyak adalah bersifat abstrak yaitu yang murni sebagai ekspresi gerak,” tandas Wawan.
 
Wawan juga mengungkapkan tentang proses cipta gerak dalam tari. Dalam proses cipta gerak dalam tari itu terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap penjajagan (eksplorasi), tahap percobaan (improvisation) dan tahap pembentukan (forming). “Pada tahap eksplorasi ini dilakukan melalui rangsangan. Rangsangan itu dapat berupa rangsang visual, rangsang audio, rangsang gagasan, rangsang kinestetik dan rangsang peraba,” jelas Wawan sembari memberi beberapa contoh proses mengeksplorasi melalui rangsang-rangsangan itu.
 
 
Dalam mengeksplorasi rangsang-rangsang itu, baik Wawan maupun Satyani sepakat, bahwa seorang pencipta gerak tari harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Paparan yang diikuti dengan praktek proses penciptaan gerak tari oleh Satyani ini melibatkan peserta workshop. Mereka berasal dari sekolah-sekolah dan komunitas seni lainnya di Bali. Peserta worshop sangat antusias saat mengikuti praktek mencipta proses gerak tari tersebut.

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami