search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
I Gusti Putu Oka Nik, Empu Janger dari Kedaton Kerap Menolak Imbalan Pentas
Minggu, 4 November 2018, 08:13 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

I Gusti Putu Oka Nik sangat identik dengan kejayaan janger Banjar Kedaton. Maklum, selain aktif menari, ayah tujuh anak ini juga pembina sekaligus sesepuh sekaa janger Kedaton. Dari kepiawaiannya menari janger inilah lelaki yang akrab disapa Gung Nik ini dikenal sebagai seniman janger ternama di Bali. 
 
Kenyataannya, Gung Nik tidak mudah meraih predikat seniman ternama di Bali. la sudah suntuk belajar menari janger di balai Banjar Kedaton sejak usia 12 tahun. jauh sebelumnya, Gung Nik sudah sering diajak ayahnya, I Gusti Gde Dogol, di balai Banjar Kedaton menyaksikan orang latihan majangeran (menari janger). 
 
 
Dari sinilah awal mula cinta Gung Nik pada seni janger bersemi. Gung Nik boleh dibilang anak yang paling suntuk belajar tari janger. Ketika orang sedang dihimpit kesulitan hidup, ia memang relatif tidak ikut terkena, karena ibunya, Gusti Made Sanur, yang berprofesi sebagai pedagang tergolong mampu menghidupi keluarganya secara mapan. Karena itu, Gang Nik kecil bisa menghabiskan waktunya sepenuhnya untuk belajar menari, tanpa di sela kesibukan-kesibukan lain sebagaimana anak-anak di pedesaan Bali umunmya pada waktu itu.
 
Ia tertarik pada janger karena kesenian Bali ini menampilkan keragaman kesenian Bali. Di dalamnya, terdapat seni suara (olah vocal), seni tari, sekaligus kebersamaan anak muda. Maka, begitu mendengar di balai banjar Kedaton akan ada latihan janger, ia pun mendahului anak-anak lainnya menonton. Saat akan latihan janger, ia pasti ada sebelum teman-temannya berdatang. Sekali sekali, sambil menunggu teman dan pelatih janger datang, ia membersihkan lantai balai banjar sembari melakukan persiapan latihan sekenannya. Sikap itu mencerminkan Gung Nik sejak kecil adalah pribadi yang sangat royal dan rela berkorban dalam bermasyarakat.
 
Perilakunya yang sangat rajin dan bersahabat demikian menjadikan Gung Nik sebagai murid yang amat disayangi pelatihnya antara lain, I Rindi dan I Made Keredek dari Singapadu, Gianyar. Kedua guru tari ini sering memperlakukan Gung Nik yang berpenampilan sebagai anak mereka sendiri. Kendatipun memperoleh perhatian lebih dibandingkan rekan-rekan sejawatnya, namun Gung Nik tak pernah sombong. 
 
Malah rekan-rekannya merasa salut karena sebagai anak keluarga terpandang (pragusti) Gung Nik tetap mau menyatu dengan anak-anak dari keluarga biasa (jaba). Begitulah, Gung Nik tampak tidak terlalu susah mengikuti tahap demi tahap latihan menari, baik yang bersifat perorangan maupun kolektif. Maka, dalam tempo relatif singkat ia sudah menguasai hampir semua tarian dan pakem pementasan janger. Karenanya, ia langsung diberikan kepercayaan pentas penggantikan penari senior yang tidak datang karena suatu halangan kepercayaan demikian menjadikan ia makin terbiasa dan makin punya keberanian mental tampil menghadapi keramaian penonton. 
 
Dalam perkembangan selanjutnya, ia pun telah berhasil menjadi penari janger muda dengan peran sentral. Dan, kelepak aktifitas Gung Nik bersama muda-mudi banjar Kedaton lainnya dalam bermain janger sekaligus melambungkan nama banjar Kedaton. Selain Gung Nik pada zaman kejayaan janger Kedaton ini juga muncul penari janger terkenal lainnya, antara lain I Made Monog.
 
Yang tak kalah mengagumkan, kendatipun ia sudah menjadi bintang janger yang disegani, namun Gang Nik tetap saja rajin ngayah majangeran di pura. Bahkan dalam setiap pagelaran janger Kedaton di pura, dialah yang sekaligus menjadi koordinator pementasan. Prinsipnya sederhana berkesenian pain akan besar artinya jika bisa diabdikan untuk kepentingan umat dan masyarakat."Liang hati saya bila sudah dapat ngayah ngigel di pura," ujarnya. 
 
Bagi Gung Nik, lewat garapan dan pementasan janger ini ia malah menemukan berbagai rasa kenikmatan. Gending-gending (nyanyian) janger, misalnya dinilainya saat petuah sosial yang bisa menyelamatkan masyarakat. Lewat janger ini bersama teman-temannya ia merasa dapat memberikan sumbang saran dan pikiran tentang apa yang patut dan tidak patut dilakukan, mulai dari kaidah hidup keseharian, beragama, membangun, hingga menata halaman rumah dan pergaulan antar muda-mudi. Gung Nik sendiri mengaku, pikirannya tak pernah galau jika sudah dapat magending janger. "Gending janger sangat menyenangkan dan bisa menenangkan pikiran," urainya.
 
Namun, ia mengakui, karena keterbatasan apresiasi, masyarakat akhirnya jadi lebih mementingkan fungsi janger sebagai sari balih-balihan alias hiburan dibandingkan manfaat lain. Padahal, selain menabur nasihat hidup, janger juga menjadikan tubuh penarinya bugar sekaligus lentur. Tidak kalah Pentingnya, sekaa janger bisa dijadikan sebagai media pembauran dan Penyambung tali kebersamaan muda-mudi desa sehingga muncul rasa solidaritas dan kekeluargaan yang kuat di kalangan generasi muda desa. 
 
Dari solidaritas dan rasa kekeluargaan yang kuat ini, menurut Oka Nik, sesungguhnya bisa digalang ketahanan desa yang tangguh. Lewat janger-lah jurang sosial, semisal kaya-miskin, bangsawan-rakyat biasa, dan seterusnya bisa dilebur-dibaurkan. Di sini setiap anggota sekaa janger juga memperoleh hak dan kewajiban sama untuk menentukan keputusan terbaik bersama sebagai cerminan atas kegotongroyongan dan permusyawaratan. 
 
"Ini semua membuat saya yakin tertarik sehingga terus bergabung majangeran. Itu pula yang menyebabkan saya terus berpikir bagaimana caranya agar janger tetap lestari,” ujar Gung Nik.
 
Begitulah sebagai seniman janger sekaligus abdi masyarakat, Gung Nik nyatanya tidak hanya pandai menari. Ia punya visi yang baik tentang hari depan suatu generasi. Karena itu, ia mengaku sangat siap diminta membina sejumlah sekaa janger yang muncul di wilayah Badung, Gianyar, dan daerah lainnya. 
 
Ia justru merasa sangat puas jika keahliannya itu bisa di tularkan dan diterima oleh orang lain. Uniknya, Gung Nik sering menolak imbalan yang seharusnya diterima setelah pentas atau membina janger. Ketika diberi imbalan jasa berupa uang oleh klian sekaa (ketua kelompok) janger, Gung Nik tak jarang malah berbalik mau memberi uang kepada sang klian.
 
Oka Nik sebuah pribadi yang unik, memang. Wajar bila sosok kesenimanannya terus dikenang tak saja oleh warga Banjar Kedaton, Denpasar, tapi juga segenap pecinta seni janger di Jagat Bali. Karenanya, ketika Oka Nik meninggal pada 11 Maret 1993 silam, Bali pun kehilangan satu seniman alam terbaiknya yang setia mengabdi bagi kelestarian budaya Bali. 

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami