search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
KPPAD Bali : Pasal RUU KUHP Tumpang Tindih
Selasa, 24 September 2019, 11:16 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar.Beberapa pasal dalam Rancangan Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai tumpang tindih dengan undang-undang lainnya. Salah satunya dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

[pilihan-redaksi]

Komisioner Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Bali Ni Luh Gede Yastini menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang kesehatan khususnya pasal 75 disebutkan secara umum aborsi dilarang dan dipidana tetapi dalam kondisi tertentu aborsi boleh dilakukan apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Dimana tindakan dilakukan setelah ada konseling dari ahli yang kompeten.

“Dan di pasal 76 diatur lebih detail syarat legal dilakukannya tindakan aborsi. Korban perkosaan harus memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, termasuk diantaranya pelayanan untuk melakukan aborsi yang aman dan legal berdasarkan alasan kesehatan dan psikologis” kata Yastini saat dikonfirmasi pada Selasa (24/9) di Denpasar.

Yastini menyampaikan klausul perempuan yang bekerja yang kemudian dipidana juga merupakan sebuah kemunduran. Mengingat Indonesia sudah meratifikasi Konvensi CEDAW tahun 1984, dimana negara harus menjamin perempuan bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

“Perempuan bekerja ini seharusnya di dukung dan dijamin agar aman dan terjamin haknya bukan dipidana seperti ini karena dianggap gelandangan” tegas Yastini.

Yastini berharap pengesahan RUU KUHP ditunda dan dilakukan diskusi dengan melihat aturan serta semangat kesetaraan. RUU KUHP juga seharusnya non diskriminasi dan juga selalu mengedepankan semangat perlindungan korban.

“Yang terpenting adalah semangat perlindungan korban terutama anak anak korban terkhusus korban perkosaan,  trafficking, eksploitasi seksual yang dalam beberapa kasus mengalami trauma psikologi berat dan juga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan akibat kekerasan seksual/perkosaan harus juga dipertimbangkan” papar Yastini.[bbn/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami