search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Memohon Hujan, Warga Seraya Barat Gelar Tradisi "Gebug Ende"
Jumat, 25 Oktober 2019, 11:35 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Warga Desa Seraya Barat, Karangasem, Bali gelar tradisi "Gebug Ende" yang diyakini sebagai salah satu cara untuk memohon kepada Tuhan agar musim kemarau segera berlalu dan bisa segera turun hujan.

[pilihan-redaksi]
Dijelaskan salah seorang warga, yang juga selaku Kelian Banjar Merajan, Desa Seraya Barat, I Wayan Suambara, tradisi ini digelar sebagai permohonan kepada tuhan agar segera turun hujan khususnya di wilayah Desa Seraya karena sejauh ini musim kemarau benar-benar membuat wilayah Desa Seraya dilanda Kekeringan.

"Ya benar, tradisi ini digelar untuk memohon hujan kepada tuhan, karena di wilayah kami benar benar sudah kekeringan," ujarnya.

Sebelum tradisi "Gebug Ende" dilangsungkan terlebih dahulu diawali dengan menghaturkan banten berupa banten pejatian dan segehan di lokasi tempat "Gebug Ende" ini berlangsung.

Setelah banten dihaturkan, sejumlah sarana perlengkapan mulai disiapkan seperti penyalin (rotan) yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai tongkat yang difungsikan sebagai senjata dan "Ende" atau tameng yang dipergunakan untuk pelindung dari serangan lawan.

Begitu gambelan khas untuk ritual ditabuh, tradisi ini kemudian dimulai. Nampak di dalam arena bersiaga beberapa orang dengan membawa tameng disamping satu orang bertugas sebagai penengah atau wasit. 

Sementara, sejumlah peserta "Gebug Ende" bersiap dengan busana khasnya seperti kamben, saput poleng dan udeng tanpa memakai baju.

Setelah persiapan selesai, dua orang peserta lengkap dengan rotan dan tameng di tangan kemudian menuju posisinya masing - masing sebelum nantinya mereka bertarung satu sama lainnya.

 Yang menjadi ciri khas dari tradisi "Gebug Ende" ini adalah tarian dari peserta ketika bertarung, dimana disamping tangan kiri memegang tameng sementara tangan kanan memegang senjata berupa rotan sambil sesekali rotan dipukul pukul ke arah tamengnya, satu kaki kerap kali terlihat diangkat sambil mencuri kesempatan untuk menyerang lawan.

Hanya saja meski berlangsung cukup sengit, dalam mejalankan tradisi ini para peserta yang ikut nampak menjalaninya dengan penuh rasa suka cita, tidak ada permusuhan setelah tradisi ini digelar.

Sementara itu, terkait dengan lokasi pelaksanaan tradisi ini, juga dilakukan di lokasi yang tidak menentu tergantung dari keputusan para tokoh masyrakat setempat, namun kebetulan tradisi yang dimulai pada hari Rabu (23/10/2019) ini dilangsungkan disatu tempat bernama Yeh Elokan yang berada di wilayah Banjar Merajan.

"Lokasi Gebug Ende kali ini dilakukan ditempat bersejarah bernama "Yeh Elokan, dulu tempat inilah yang dipergunakan oleh para leluhur menggelar Tradisi "Gebug Ende" ini," tutur I Wayan Suambara selaku kelian Banjar Merajan ketika dihubungi media ini.

Reporter: bbn/krs



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami