search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tukad Badung, Pesona Kota Denpasar yang Makin Cantik Tapi Bau Apak
Senin, 27 Juli 2020, 22:55 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Tukad Badung sejak 2017 terus ditata oleh Pemerintah Kota Denpasar dan digadang-gadang sebagai salah satu ikon Kota Denpasar. Inovasi penataan sungai yang diharapkan menggugah kesadaran warga kota Denpasar dalam menjaga kebersihan sungai ini berhasil meraih Penghargaan Pembangunan Daerah tahun 2019 berupa peringkat II tingkat nasional. 

[pilihan-redaksi]
Tukad Badung dulu disebut-sebut sebagai perlintasan pasukan ekspedisi Belanda yg bergerak menuju Pamecutan dari Denpasar pada peristiwa Puputan Badung 20 September 1906. Sungai yang berhulu di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung tersebut memiliki panjang ± 22 km. Sungai yang juga sering disebut sebagai Tukad Korea ini mengalir ke arah selatan melewati Kota Denpasar dan bermuara di Teluk Benoa.

Pemerintah Kota Denpasar mengklaim bahwa penataan Tukad Badung telah berhasil mengurangi pembuangan sampah ke sungai oleh masyarakat. Terbukti berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Penataan Ruang Kota Denpasar jumlah sampah yang dibuang dan berhasil diangkat mencapai 24 meter kubik per-hari. Sayangnya tidak disebutkan jumlah sampah yang diangkat dari sungai sebelum sungai tersebut ditata dengan biaya miliaran rupiah dalam 3 tahun terakhir. 

Klaim adanya penurunan jumlah sampah yang dibuang ke sungai dibantah oleh Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali Catur Yudha Hariani. “Tapi aku lihat di Tukad Badung masih banyak sampah, kelihatannya di luar gak, di dalam banyak” ungkap Catur saat di konfirmasi pada Selasa (27/7) di Denpasar. 

Penataan tidak berbasis ekosistem
 
Catur menilai penataan Tukad Badung tidak berbasis ekosistem, karena konsep penataan dengan betonisasi menimbulkan masalah. Betonisasi menyebabkan berkurangnya bioindikator ekosistem yang ada di dalam sungai. 

“Sekarang orang memandang penting gak ekosistem bagi kehidupan. Nantinya ternyata perlu obat-obatan yang berasal dari sungai tidak ada lagi” ungkapnya.

Hasil uji bioindikator atau pengujian berdasarkan keragaman hewan air oleh Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali menunjukkan bahwa kualitas air tukad atau Sungai Badung masuk kategori sangat kotor. Kondisi ini ditunjukkan dengan indeks biotic Tukad Badung mencapai 2,7, padahal indeks biotic untuk air dalam kondisi bersih adalah 7. 

Berdasarkan pemantauan PPLH Bali kotornya kualitas air Tukad Badung sebenarnya sudah terjadi mulai daerah Hulu. Buktinya pada daerah hulu cukup banyak aktivitas masyarakat yang mencemari air sungai, termasuk pembuangan limbah rumah tangga ke badan sungai.

Penataan fisik melalui betonisasi menurut Catur memang penting, sebagai upaya penguatan bibir sungai dalam menahan longsor. Betonisasi cukup pada bagian atas dan tidak perlu hingga bagian dasar sungai. Penataan fisik memang penting, tetapi yang juga cukup penting dilakukan adalah mengurangi sumber pencemar masuk ke sungai. Sumber-sumber pencemar tersebut salah satunya berasal dari pipa-pipa pembuangan limbah rumah tangga hingga laundry yang berakhir di badan sungai.

“Baunya apek dan airnya masih hitam. turun saja Tingkat pembuangan limbah masih tinggi, pembuangan limbah cair masyarakat itu pipanya tidak ada yang hilang , semua mengalir ke sungai. Kalau mau memperbaiki tidak sekedar memperbaiki fisik yang ada disitu,” jelas Catur. 

Catur berharap penataan Tukad Badung tidak hanya menjadi kebijakan politik dan hanya mengadopsi penataan sungai di Korea, apalagi kondisi ekosistem sungai hingga budaya masyarakatnya tidak sama. Masyarakat di sekitar Tukad Badung dari dulu hingga sekarang masih memanfaatkan Tukad Badung untuk tempat mandi, mancing dan berbagai aktivitas lainnya. 

“Tukad Badung itu mata air Subak, sampai di setiap titip di Tukad Badung ada Pura Beji, sebetulnya kalau di Bali air sungai Tukad Badung itu disucikan , kalau orang Bali bicara suci maka ekosistem di sekitarnya harus dijaga,” tegas Catur. 

Air Tukad Badung masuk kategori sangat kotor

Berdasarkan hasil uji bioindikator atau pengujian berdasarkan keragaman hewan air oleh Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali pada tahun 2011 yang dirilis 2012 menunjukkan bahwa kualitas air tukad atau Sungai Badung masuk kategori sangat kotor. Kondisi ini ditunjukkan dengan indeks biotik Tukad Badung mencapai 2,7, padahal indeks biotik untuk air dalam kondisi bersih adalah 7. 

Air sungai Tukad Badung dimasukkan dalam kategori air sangat kotor karena dari 5 titik pengujian disepanjang aliran sungai hanya hewan siput dan ikan sapu-sapu yang paling banyak ditemukan. Kondisi ini berarti bahwa air Tukad Badung sudah sangat tidak layak untuk digunakan, termasuk tidak layak digunakan untuk MCK.

Tukad Badung perlu revitalisasi

Akademisi dari Prodi Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Dr. Nyoman Sukma Arida meminta Pemerintah Kota Denpasar melakukan revitalisasi sebelum menjadikan kawasan Tikad Badung sebagai bagian dari city tour. Semestinya kawasan yg akan dijadikan destinasi wisata sudah memenuhi standar-standar kualitas tertentu. Dalam hal ini air sungai memenuhi kualitas baku mutu lingkungan yang sudah digariskan.

“Pengunjung nanti kan tidak hanya melihat-lihat atau foto foto di sana, namun kalau bisa dapat belajar sesuatu. Belajar lingkungan misalnya. Kalau airnya tak tercemar, ikan-ikan bisa hidup dengan layak dan pengunjung dapat memancing,” jelas Penulis Buku Dinamika Ekowisata Tri Ning Tri di Bali ini. 

Menurut Sukma. dalam skala yg lebih luas, kualitas lingkungan sebuah sungai yang ada tengah kawasan perkotaan mencerminkan tingkat peradapan warga kotanya. Artinya bila hendak membuka sebuah kawasan kepada orang luar, hendaknya tunjukkan yang memiliki nilai-nilai dan tingkat peradaban yang tinggi. “Edukasi warga bantaran kali, biar tak buang sampah dan BAB ke sungai dari hulu sampai hilir,” tegas Sukma Arida.

Pemkot Siapkan Langkah Atasi Pembuangan limbah ke sungai

Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar Dewa Gede Rai, S.Sos., M.Si mengakui bahwa program penataan sungai yang digagas Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra ini belum mampu mengatasi permasalahan bau di Tukad Badung. Permasalahannya hulu Tukad Badung berada di Kabupaten Badung, sehingga apapun yang dibuang ke hulu akan bermuara di hilir.

“Banyak limbah rumah tangga yang masuk, ini yang memerlukan edukasi, artinya yang rumahnya di pinggir sungai, kadang-kadang ini yang susah, kadang limbah dapur, limbah kamar mandi ini masuk ke sungai,” ungkap Dewa Rai. 

Dalam upaya mengurangi pembuangan limbah ke sungai, Pemerintah Kota Denpasar  sedang mempersiapkan implementasi program sanitasi masyarakat (sanimas) terpadu. Program sanimas berupa pembuatan septik tank besar yang nantinya akan menjadi tempat penampungan limbah rumah tangga dari rumah-rumah yang ada di bantaran Tukad Badung. 

Menurut Dewa Rai, pengembangan program sanimas terpadu ini sering terganjal masalah ketersediaan lahan. “Nanti kita buatkan satu septink tank besar, semua masuk kesana limbahnya tidak ke sungai. Jadi memerlukan tempat, kan harus ada tanah kosong, karena kondisi per wilayah juga beda” tutur Dewa Rai.

Dewa Rai mengakui program sanimas terpadu baru diujicobakan di dua lokasi yaitu daerah Ubung dan Kampung Jawa. Melalui program sanimas, di dua wilayah tersebut telah dibangun masing-masing dua septik tank. Apabila septik tank sudah penuh maka nantinya akan disedot dan dikirim ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Suwung-Denpasar. “Kalau yang lokasi perumahan dekat dengan titik saluran drainasi akan langsung dihubungkan dengan saluran DSDP (Denpasar Sewerage Development Project) 

Kualitas Perairan Tukad Badung

Beberapa hasil penelitian telah memberikan kesimpulan bahwa Kualitas perairan Tukad Badung tergolong tercemar. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ayu Wulan Pradnyamita., Nyoman Wijana, dan Gede Ari Yudasmara dengan judul “Analisis Kualitas Air Tukad Badung Melalui Indikator Fisika-Kimia, Bioindikator NVC Ikan Dan Jumlah Total Coliform” disebutkan bahwa kualitas perairan Tukad Badung memiliki parameter COD sebesar 120,2 mg/L, BOD sebesar 21,9 mg/L dan parameter pH dengan nilai 8,79. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Pendidikan Biologi UNDIKSHA, Volume 1, No 1 tahun 2014 tersebut juga menyebutkan bahwa rerata jumlah Coliform perairan Tukad Badung mencapai 280.000/100ml.

Dalam sebuah laporan penelitian tentang kajian kualitas perairan Tukad Badung di Kota Denpasar, Bali tahun 2015 yang disusun oleh Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Udayana disebutkan air Tukad Badung memiliki nilai Indeks Pencemaran (IP) berkisar 1,28-1,43 atau tergolong tercemar ringan. 

Disebutkan juga Tukad Badung telah mengalami pencemaran coliform dan fecal coli yang konsentrasi yang sangat tinggi (jauh melampaui baku mutu  kelas air I, II, III, IV (Pergub Bali No.8 Tahun 2007). 

Sebagai suatu ekosistem perairan, Tukad Badung masih mampu mereduksi dan mendistribusi cemaran logam berat sehingga konsentrasi beberapa logam berat Cr (VI), Cd, Hg, Pb dan AS dibawah baku mutu baku mutu  kelas air I, II, III, IV (Pergub Bali No.8 Tahun 2007). Untuk menjaga kemampuan tersebut perlu dijaga kelestarian fungsi ekosistem Tukad Badung dengan pengelolaan yang secara konsisten dan berkelanjutan.

I Gusti Ngurah Eka Partama, Made Sudiarsa, dan Gede Mahanata Wijaya dari Fakultas Teknik Universitas Ngurah Rai, Denpasar dalam sebuah penelitian berjudul “Evaluasi Kualitas Air Pada Hulu Tukad Badung Dengan Metode Storet” berkesimpulan bahwa air hulu sungai Tukad Badung tergolong tercemar berat. Sehingga pengunaan air hulu Tukad Badung tidak baik digunakan untuk air baku air minum dan sarana-prasarana rekreasi air. 

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami