Harga Tiket Labuan Bajo Rp3,75 Juta per Orang Panen Protes
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Setidaknya 13 organisasi pelaku wisata di Labuan Bajo menolak harga tiket masuk ke Pulau Komodo yang menjadi Rp3,75 juta per orang.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) NTT Robert Waka. Pihak yang menolak keputusan itu diantaranya Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Asosiasi Kapal Wisata (Askawi), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
"Selain itu juga ada Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Asosiasi Angkutan Wisata Darat (Awstar), Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata (Formapp), Astindo, Insan Pariwisata Indonesia (IPI), Dive Operators Community Komodo (DOCK), Jaringan Kapal Rekreasi (Jangkar), Barisan Pengusaha Labuan Bajo (BPLB) dan Asosiasi Kelompok Usaha Unitas (Akunitas)," kata dia.
Saat ini, pernyataan sikap itu sudah diserahkan kepada Kepala Dinas Pariwisata NTT Sony Libing dan berharap pemerintah mempertimbangkan kenaikan harga tiket masuk tersebut.
Kenaikan harga tiket itu menurut mereka hanya terjangkau oleh wisatawan kelas menengah ke atas. Bahkan sampai saat ini belum ada survei terkait besaran jumlah segmen tersebut.
Harga tiket yang mahal itu dikhawatirkan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan bahkan yang lebih buruk lagi adalah pembatalan pemesanan oleh calon klien agen perjalanan di daerah itu.
Dalam pernyataan sikap tersebut mereka juga menilai bahwa tidak ada penilaian yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan berdampak pada penurunan jumlah populasi Komodo.
Bahkan lanjut Robert per tanggal 2 Maret 2022, Balai Taman Nasional (BTN) Komodo telah merilis bahwa populasi Komodo selalu bertambah dari tahun 2018-2021.
"Di samping itu juga zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo adalah sebesar 1,3 persen dari total luas wilayah Pulau Komodo 1.300 hektare," tambah dia dikutip dari Antara.
Berdasarkan data juga jumlah Komodo yang ada pada zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo pada kisaran 60-70 ekor dari 1.700-an ekor populasi Komodo pada pulau tersebut, sementara mayoritas Komodo hidup di zona inti.
Bahkan maksimal belasan ekor yang biasa dijumpai bila wisatawan melakukan trekking di zona pemanfaatan wisata. Selain itu, penelitian terkait prilaku Komodo dilakukan pada tahun 2018. Dengan berdasarkan penelitian itu, aktivitas feeding pun dilarang .
"Tetapi, dari 2018-2022 tidak ada penelitian terbaru terkait prilaku Komodo. Artinya, hasil penelitian tahun 2018 tidak menjadi argumen valid sebagai dasar kebijakan menaikkan harga tiket," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah sendiri memberlakukan kebijakan konservasi yang berbeda atas objek wisata yang sama.
Komodo yang sama bisa dilihat wisatawan di pulau Rinca, tetapi di Pulau Komodo hanya bisa dilihat sedikit orang saja, karena tidak seramah di Rinca.
Sehingga, mereka mendesak pemerintah NTT dan kabupaten Manggarai Barat untuk menolak pernyataannya yang menyatakan mendukung penerapan kebijakan kenaikan tiket tersebut karena alasan konservasi.
Reporter: bbn/net