search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Siapa Pendiri Wahabi di Arab Saudi?
Kamis, 3 November 2022, 08:17 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Siapa Pendiri Wahabi di Arab Saudi?

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Wahabi dari Arab Saudi menjadi sorotan usai Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sempat mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah melarang paham ini di Indonesia. Usai topik itu ramai menjadi perbincangan, ketua PBNU Ahmad Fahrurrozi memberikan klarifikasi.

"Ya, mungkin ini perlu sedikit kita luruskan, bahwa yang dimaksud adalah paham wahabi takfiri yang beredar dari Timur Tengah dan menjadi ideologi kekerasan ISIS, yang mengkafirkan muslim beda paham dan menghalalkan darah semua yang menjadi musuhnya," kata Fahrur kepada CNNIndonesia.com, Senin (31/10).

Wahabi merupakan pemikiran Islam yang berpegang teguh pada purifikasi atau pemulihan Islam ke bentuk yang sesuai Alquran-hadis dan melarang inovasi. Paham ini menyebar luas dan melekat di Arab Saudi, karena pendiri wahabi Muhammad Ibn Abdul Wahhab turut berkontribusi dalam pembangunan negara.

Terlepas dari itu, siapa sebetulnya Ibn Abdul Wahhab?

Ibn Abdul Wahhab lahir pada 1703 di Uyainah, Arabia. Ia menyelesaikan pendidikan formal di Kota Madinah. Setelahnya, dia pergi ke luar negeri dan tinggal di sana selama bertahun-tahun.

Ia menjadi pengajar selama empat tahun di Basra, dan Baghdad, Irak. Kemudian pada 1736, Ibn Abdul Wahhab mengajar di Iran. Di tahun ini, ia disebut mulai mengungkapkan pertentangan ajaran yang dianggap ekstrem.

Sekembalinya ke kota asal, Ibn Abdul Wahhab menulis Kitab Al Tawhid atau Kitab Keesaan Tuhan, yang merupakan teks utama doktrin wahabi. Ajaran wahabi menolak sumber selain Al-Quran dan hadist. Menurut Ibn Abdul Wahhab, tradisi dan praktik yang tak berakar pada dua sumber itu dianggap bid'ah dalam keyakinan Islam.

Menurut Britannica, ia berkeyakinan keras bahwa keagungan asli Islam bisa diperoleh kembali jika masyarakat Islam akan kembali ke prinsip yang diajarkan Nabi Muhammad.

Dalam ajaran ini, mereka mengecam sesuatu yang dianggap musyrik atau mempersekutukan Tuhan, dekorasi masjid, bahkan merokok.

"Di antaranya penyimpangannya adalah mudah mengkafirkan orang lain, melakukan persekongkolan demi kekuasaan, memerangi umat muslim dan menyebutnya sebagi jihad, merampas harta umat muslim dan menyebutnya sebagai jihad," demikian menurut Idahram dalam buku "Ulama Sejagat Menggugat Salafi Wahabi."

Ajaran dia yang dianggap radikal membuat Ibn Abdul Wahhab diusir dari kotal asal pada 1744. Ia lalu menetap di Al Dirriyah yang kini disebut Riyadh.

Najd Ingin Memisahkan Diri dari Ottoman

Di sisi lain, Najd, yang dulu masih menjadi Jazirah Arab ingin memisahkan diri. Ketika itu, Gubernur Najd adalah Muhammad Ibn Saud.
Saud dan Ibn Abdul Wahhab lalu sepakat mendedikasikan diri mengembalikan ajaran Islam yang murni kepada komunitas Muslim.

Pada 1788, mereka berhasil menguasai seluruh dataran tinggi dan tengah Najd. Lalu awal abad ke -19, kekuasaannya meluas ke sebagian besar Semenanjung Arab termasuk Makkah dan Madinah.

Popularitas dan kesuksesan penguasa Al Saud menimbulkan kecurigaan Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman, yang saat itu menjadi kekuatan dominan di Timur Tengah atau Afrika. Pada 1818, Ottoman mengirim pasukan dalam jumlah bersar ke barat Arabia. Mereka juga mengepung Diriyah.

Cucu Muhammad Saud, Abdul Aziz, lalu melarikan diri ke luar negeri untuk menghimpun kekuatan baru dengan Inggris. Kerja sama Kerajaan Britania dengan Wangsa Saud tertuang dalam Perjanjian Darin yang berisi pengakuan Inggris terhadap wilayah kekuasan Saud.

Selain itu, dalam kesepakatan tersebut juga tercantum bahwa tentara Inggris bersedia membantu Saud melawan Kesultanan Utsmaniyah.

Kemudian pada 1927, hubungan kedua pihak itu semakin kuat dengan munculnya Perjanjian Jeddah. Lima tahun kemudian, Kerajaan Arab Saudi didirikan pada 1932.(sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami