search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Rahasia Cina Bisa Jual Barang Super Murah ke Indonesia
Minggu, 18 Juni 2023, 13:23 WITA Follow
image

beritabali.com/cnbcindonesia.com/Rahasia Cina Bisa Jual Barang Super Murah ke Indonesia

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Barang impor dari Cina digadang-gadang menjadi pemicu utama kehancuran industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Hal ini disebabkan oleh barang TPT impor asal Cina yang sangat murah.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengakui bahwa industri TPT nasional banyak didominasi perusahaan dengan modal terbatas. Sementara itu, impor TPT Cina terus mengalir. Tidak main-main, kualitasnya mumpuni dengan harga murah.

"Serbuan produk impor ini sudah puluhan tahun kami serukan. Dan agar impor ilegal diberantas. Maraknya perjanjian perdagangan dan sejenisnya itu membuat serbuan impor semakin bebas. Akibatnya mematikan produsen di dalam negeri," kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (8/6/2023).

Dia mencontohkan kain katun impor Cina hanya dibanderol Rp15.000 per meter, sementara kalau diproduksi lokal jadinya Rp30.000 per meter.

"Nggak habis pikir memang gimana cara mereka (Cina) menghitung biayanya," ungkap Ristadi. Murahnya kain Cina ini, membuat perajin batik di Pekalongan beralih ke kain produksi Cina.

"Perajin Batik tahu itu kainnya sekarang dari Cina dan menyadari memang itu sudah hukum pasar, barang murah dan bagus, itu yang dicari. Ini sudah jadi momok, lingkaran setan, kita sudah suarakan puluhan tahun," ujarnya.

Lantas, apa yang membuat produk Cina lebih murah?

Ristadi mengatakan bahwa biaya produksi di Cina lebih efisien. Selain itu, sistem upah tenaga kerja di Cina berbeda dengan Indonesia.

"Memang, tak hanya dari segi upah, biaya di Cina itu lebih efisien. Mulai dari pelayanan, insentif, harga energi, sampai infrastruktur yang tentu berdampak ke cost juga. Perizinan kita memang sudah mengarah ke sana ya, lebih efisien," ujarnya.

"Dan, bicara soal upah, di sini ada salah kaprah soal upah minimum, dianggap sebagai upah maksimum. Perusahaan seolah, penting sudah mengikuti aturan. Akibatnya, pekerja yang baru masuk dan yang sudah puluhan tahun bekerja, upahnya sama," kata Ristadi.

Meski tak bisa menjadikan korelasi keduanya, Ristadi menduga bisa saja hal itu berpengaruh kepada produktivitas pekerja.

Dia mengakui produktivitas pekerja di Cina memang lebih tinggi. Misal pabrik sepatu, pekerja Cina bisa mengerjakan 1,5 atau 2 pasang dalam sehari. Tapi dalam waktu yang sama pekerja Indonesia hanya 1 pasang.

"Padahal si pekerja Cina itu upahnya sama mau kerjakan 1 atau 2," katanya.

"Tapi memang ada lah pengaruh attitude dan lingkungan juga terhadap produktivitas pekerja. Karena pekerja merasa mau rajin atau tidak, gajinya sama," ujarnya.

Dia pun bercerita ketika ada protes kepada perusahaan yang memberi upah lebih besar kepada pekerja China.

"Jawabnya, 1 pekerjaan yang ditangani pekerja Cina, ditangani 2 orang oleh lokal. Bukan merendahkan, tapi faktanya begitu. Misalnya 1 tim anggotanya 10, yang jadi mandornya itu 7 orang. Kalau pekerja Cina itu memang seperti nggak ada capeknya. Dan, saya pernah kunjungan pabrik, ada pekerja Cina dan lokal, cara masang batanya itu memang beda," tukasnya.

Oleh sebab itu, dia pun berharap pemerintah mengevaluasi kebijakan-kebijakan terkait upah minimum. Dan, memacu peningkatan kualitas pekerja Indonesia melalui vokasi.

"Sekarang itu, ada tren baru. Karyawan sekarang banyak yang hanya tahan kerja 1-3 bulan, gampang capek, produktivitasnya jauh dengan angkatan 1990-2000-an. Capek dikit langsung sakit, besoknya nggak masuk," tegas Ristadi.(sumber: cnbcindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami