Krisis Air di Depan Mata
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kebutuhan akan air bersih di Bali terus mengalami peningkatan seiring peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan makin bertambahnya jumlah kamar hotel di Bali. Pada sisi lain potensi ketersediaan air di Bali sangat terbatas. Sebuah penelitian dari Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan Universitas Udayana menyebutkan Bali akan mengalami krisis air bersih pada 2015 mendatang.
Ketua Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan Universitas Udayana Dr. Dharma Putra menyebutkan pada 2015 mendatang Bali akan mengalami kekurangan air bersih mencapai 1500 liter perdetik pada 2015 mendatang. Estimasi tersebut didasarkan pada pertumbuhan pemukiman di Bali.
“Indikatornya adalah peningkatan pemukiman , perkembangan kamar-kamar hotel yang semakin banyak, dan kapasitas yang dimiliki oleh Bali selatan ini terhadap sumber daya air, kan kita bisa hitung itu,” kata Dosen Fakultas MIPA Universitas Udayana ini.
Menurut Dharma Putra, ancaman krisis air bersih ini terjadi salah satunya karena Bali gagal mengoptimalkan pemanfaatan air, terutama pemanfaatan air sungai. Dimana cukup banyak air sungai yang terbuang ke laut, seperti Sungai Unda, Telaga Waja dan lainnya.
“coba kita lihat mulai telaga waja, unda, Petanu, Oos, Ayung, terus Penet, itu semuanya terbuang, yang baru termanfaatkan kan Tukad Badung dengan Estuaridam, Estuaridam itu saja bisa menyiapkan air yang cukup besar bagi wilayah Nusa Dua, dia kapasitasnya sebenarnya 900 liter perdetik, tetapi karena keterbatasan infrastrukturnya baru hanya menyiapkan 300an liter perdetik,” jelasnya.
Dharma Putra merekomendasikan agar pemerintah daerah Bali segera membangun infrastruktur untuk memanfaatkan air sungai yang terbuang. Permasalahan lainnya keterbatasan pasokan air bersih yang mampu disediakan PDAM telah menyebabkan kalangan perhotelan memanfaatkan air bawah tanah walaupun dalam kondisi sangat terpaksa.
“Karena hotel tidak mampu mendapatkan pelayanan yang baik dari PDAM, maka harus berjuang mencari sumber air, maka satu-satunya cara dia memakai air tanah, tetapi ada kendala di air tanah karena kualitasnya semakin buruk , karena terjadi intrusi air laut, jadi sebenarnya hotel tidak mau memakai air tanah karena costnya akan tinggi, bayangkan air dengan salinitas tinggi akan menyebabkan keropos perpipaanya, perawatanya juga menjadi mahal, ditambah dengan regulasi pemerintah yang akan semakin tahun semakin meningkatkan pajak air tanah,” ujar Dharma Putra.
Ia berharap pembangunan infrastruktur penyaluran air dari sungai sungai di Bali segera diwujudkan. Apalagi dari Tukad Unda Saja saat ini jumlah air yang terbuang mencapai 1800 liter perdetik dan dari Sungai atau Tukad Penet mencapai 300 liter perdetik. Padahal pada saat yang sama saat ini terdapat 10 ribuan bangunan rumah baru di kawasan Bukit Jimbaran Kabupaten Badung yang tidak mendapatkan akses air bersih
“Itu ada kalau tidak salah 10 ribuah rumah baru yang dimiliki masyarakat yang tidak mampu dilayani oleh PDAM dan mereka juga terpaksa memakai sumur tetapi itu kan mahal dan susah sekali atau mengambil air dari truk truk tangki , yang diambil dari PDAM Badung dan mereka belinya seperti itu, memang ada upaya yang bisa dilakukan di wilayah bukit itu adalah dengan memanfaatkan air hujan,” paparnya.
Pada perkembangannya tidak hanya rumah masyarakat yang sudah mengalami keterbatasan untuk mendapatkan air bersih, tetapi juga perhotelan. Belum lagi setiap kamar hotel di Bali , membutuhkan pasokan air bersih mencapai 1500 liter perhari. Sedangkan berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia atau PHRI Bali di Bali terdapat lebih dari 65 ribu kamar hotel.
Belum lagi berdasarkan data Asosiasi Hotel Bali (BHA) pada tahun ini Bali mendapatkan tambahan kamar hotel mencapai 10.000 kamar dari pembangunan hotel baru. Ketua BHA Djinaldi Gosana mengakui kalangan perhotelan masih mengalami kekurangan pasokan air, walaupun upaya daur ulang telah dilakukan. Jika kondisi krisis air tidak tertanggulangi makan citra pariwisata Bali akan menjadi taruhannya.
“Kita itu di hotel kan melakukan daur ulang , jadi yang dari kolam renang, jadi yang dari kolam itu digunakan untuk meyiram, intinya begitu, tetapi kita mendukung upaya apapun yang pemerintah lakukan supaya itu ada, jangan sampai nanti wisatawan sudah dating disini kesusahan air kan jadi nama kita yang kurang baik” Ucap Djinaldi Gosana
Ia mengakui BHA sendiri tidak tinggal diam dalam menghadapi ancaman krisis air di Bali. Bahkan guna mengantisipasi krisis air bersih dalam di tahun-tahun mendatang, BHA berencana memanfaatkan air laut dengan cara melakukan pengeboran dengan kedalaman 60-100 meter di pesisir pantai. Bahkan BHA telah melakukan pendekatan dengan investor asing penyedia air bersih, seperti salah satunya Consolidated Water.
“Antara lain kita sedang mengundang consolidated water itu, perusahaan penyedia air bersih, air minum untung mensuport PDAM, kita mau mengebor itu yang dalam sekali, jadi tidak mengambil air permukaan , yang sekarang banyak diambil itu, jadi kita itu harus menggali 60 meter lebih. Sehingga dapat air murni dari laut,” akunya.
Menanggapi rencana pengeboran pesisir pantai oleh para pengelola hotel, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali Anak Agung Alit Sastrawan mengaku belum mendapatkan informasi apapun dari BHA.
“Saya belum mendapatkan informasi yang pasti terhadap rencana itu, apakah mengambil air laut? Atau mengambil air bawah tanah, itu saya belum ada informasi yang pasti. Kalau pengeboran itu berarti yang diambil air bawah tanah. Kalau pengobaran air bawah tanah ada mekanismenya ada kajian yang harus dilakukan,” kata Alit Sastrawan.
Sedangkan Ketua Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan Universitas Udayana Dr. Dharma Putra menyatakan isu yang dilempar kalangan pengelola hotel untuk melakukan pengeboran hanya bersifat tekanan semata. Mengingat selama ini pemerintah tidak mampu melakukan penyediaan air bersih.
“Itu hanya semacam tekanan, karena faktanya industri tidak akan mampu mengambil air laut dengan harga yang murah, karena kalau melakukan itu biayanya tinggi dan regulasi kita akan ketat sekali, itu hanya usulan untuk menekan sebenarnya, pemerintah seharusnya paling murah menyiapkan air sungai ini menjadi sumber air karena dia air tawar, tinggal membangun infrastrukturnya,” papar Dharma Putra.
Reporter: bbn/net