search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mafia Hukum Gentayangan Pailitkan Sejumlah Hotel di Bali
Senin, 30 Juli 2012, 23:11 WITA Follow
image

google.com/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Pengusaha hotel di Pulau Bali beberapa tahun belakangan ini dibuat resah dan was-was dengan sepak terjang mafia hukum yang telah memakan korban sejumlah hotel di Bali. Mafia hukum dinilai bersekongkol mempailitkan hotel-hotel di Bali yang masih sehat namun terlihat mengalami kerugian dan seolah-olah gulung tikar.

Salah satu hotel yang menjadi korban mafia hukum kepailitan adalah Aston Resort and Spa, di Tanjung Benoa, Nusa Dua dan Bali Kuta Residence (BKR) Kuta. Terkait merebaknya dan merajalelanya mafia hukum di Bali, Pakar Hukum Tata Negara, Prof DR Yusril Izha Mahendra mengaku mafia hukum yang melibatkan banyak pihak tersebut gentayangan di Bali dan bersekongkol mempailitkan hotel-hotel yang produktif di Bali untuk diambil alih dan dikuasai.

"Oknum di bank dan  kurator berusaha dengan segala cara mempailitkan nasabah. Mereka nafsirkan UU kepailitan itu semaunya," ungkap Yusril dalam keterangan resminya, di Nusa Dua, Senin (30/7) Malam. Mantan Menteri Hukum dan HAM ini lebih jauh menjelaskan bahwa setelah mafia hukum itu berhasil mempailitkan sebuah perusahaan atau perseorangan, maka para mafia tersebut kemudian melelang aset perusahaan/perseorangan dengan murah. "Pembelinya pun adalah bagian dari oknum yang memmbeli dengan cara kolusi dengan kurator," imbuh Yusril.

Yusril yang kini menjadi salah satu kuasa hukum PT Dewata Raya Indonesia selaku pemilik Aston Villa yang menjadi salah satu korban mafia hukum ini mengaku modus para mafia hukum mempailitkan adalah dengan membuat seolah-olah para debitur, baik perusahaan ataupun perseorangan tidak mampu membayar kredit padahal sedang dalam keadaan sehat dan lancar. "Mereka (mafia hukum) bukannya  jual jaminan tapi langsungam bil langkah pailit," jelas Yusril.

Menurut Yusril, seharusnya, pihak bank sebelum melakukan langkah pailit semestinya melakukan analisis yang lebih mendalam. Selayaknya jika debitur tidak mampu bayar maka mengeksekusi agunan, bukanya bank malah mempailitkan nasabah, sehingga nasabah jadi kelimpungan. Mafia hukum yang sering mempailitkan perusahaan terdiri dari oknum bank, pengacara, kurator, dan pengadilan niaga Surabaya. "Ada tidak beres dari oknum di bank, pengacara, kurator dan pengadilan niaga surabaya," tegas Yusril.

Bagi Yusril kejahatan mafia hukum khususnya kepailitan sangat serius karena akan mengancam pengusaha dan mematikan usaha swasta karena dipailitkan dengan cara tidak fair. Yusril memberi contoh, PT DRI selaku pengelola Aston Villa tak layak dipailitkan karena hotel tersebut sedang sehat, operasionalnya lancar, dan tingkat okupansi mencapai 90 persen.

Untuk diketahui, Hotel Aston Resort and Spa memiliki kredit di Bank Mandiri sebesar 14 Juta USD atau Rp 33 miliar pada tahun 1996. Hotel Aston telah melunasi sebesar Rp 70 miliar. Karena telah membayar kredit melebihi hutang, Direktur PT DRI Rustandi Yusuf menggugat Bank Mandiri untuk mendapatkan kepastian apakah kreditnya dalam bentuk rupiah atau dolar pada tahun 2009. Namun naas, tiba-tiba saja Bank Mandiri mengajukan kepailitan hotel Aston melalui mekanisme penundaan kewajiban pembayaran utang ke PN Niaga surabaya.

Melihat hal ini, Yusril menilai banyak kejanggalan dalam upaya kepailitan yang dilakukan Bank Mandiri. Kejanggalan menurut Yusril seperti Bank BUMN ini menggandeng Dispenda Kabupaten Badung untuk mengajukan kepailitan ke pengadilan padahal Dispenda badung tidak memiliki piutang dan ke hotel Aston hanya untuk memenuhi syarat hukum.

Sementara menurut tim pengacara lainnya, Agus Dwi Warsono menyatakan Pengadilan Negeri Niaga Surabaya memutuskan pailit Aston Resort and Spa dengan dua kreditur, yaitu Bank Mandiri dan Dispenda Badung. Anehnya menurut Agus, Kurator bersepakat dengan Bank Mandiri memblokir rekening Rustandi di Bank BCA sebesar Rp 33 miliar, Panin sebesar Rp 40 miliar, dan BNI atau total sebesar Rp 90 miliar.

Agus menambahkan, kurator juga melelang bangunan dan tanah hotel Aston sangat rendah yaitu Rp 182 miliar dari harga sebenarnya Rp 595 miliar. Akibat kejahatan mafia hukum terutama bidang kepailitan, hotel Aston mengalami kerugian tanah dan bangunan senilai Rp 600 miliar, inventaris hotel atau barang sekitar Rp 52 miliar, dan dana di empat bank Rp 90 miliar.

 

 

Atas kejahatan mafia hukum ini, baik Yusril maupun Agus akan segera melaporkan pidana bank Panin, BCA, Mandiri, dan  Dispenda Badung tentang tindak pidana perbankkan pasal 47 ayat 2  junto pasal 49 ayat 1 huruf a, junto pasal 42 ayat 2 (b) UU no 7 tahun 92 tentang perbankkan sebagaimana diubah UU No 10 tahun 1998. 

Reporter: Kominfo NTB



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami