Bos Hardys Diduga Kerjasama Hilangkan Lahan IHDN Bermasalah
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Setelah terungkap ada dugaan korupsi di IHDN Denpasar, beberapa masalah yang selama ini tersimpan rapat, satu per satu mulai terkuak. Termasuk rencana diambilalihnya tanah oleh Gde Hardiawan untuk menutupi mark up. Walaupun kini sudah ada lima tersangka untuk dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, tapi ada beberapa kasus lagi yang antre, di antaranya dugaan pungutan liar (pungli) Rp 1 juta untuk mahasiswa IHDN, juga adanya dugaan mark up (penggelembungan) harga dalam pengadaan tanah untuk IHDN di Batubulan Gianyar.
Khusus kasus tanah ini, ada rencana melenyapkan bukti karena tanah yang baru dibeli ini ingin diambil oleh pihak Hardy’s Holding melalui bosnya bernama Gde Hardiawan. Informasi yang didapatkan di lapangan, ada beberapa kasus akan didalami oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terkait IHDN. Pertama adalah pungli dana pungutan ke mahasiswa dengan memungut Rp 1 juta untuk masing-masing mahasiswa, namun tidak jelas pertangungjawabnya. Kemudian akan diusut adalah pengadaan lahan seluas 78 are di Batubulan yang di-mark up dari harga Rp. 165 juta per are menjadi Rp. 225 juta per are.
Menariknya, tanah 78 are ini akan dihilangkan jejaknya. “Tanah dengan pengadaan yang di-mark up itu akan dihilangkan jejaknya. Dan sudah ketahuan,” ungkap sumber di lingkungan Kejati Bali, Sabtu (4/1/2013). Dia mengatakan, tanah itu ditukar guling, dan pihak yang diajak tukar guling adalah pemilik (bos) Hardy’s Holding yaitu Gde Hardiawan yang merupakan Wakil Bendahara Partai Golkar DPD Provinsi Bali. “Bosnya Hardy’s yang maunya diajak kerjasama untuk menghilangkan jejak lahan bermasalah itu,” ungkap sumber tadi.
Lahan IHDN di Batubulan seluas 78 are dan lahan di Banyuning Buleleng seluas 1 hektare akan ditukar guling dengan lahan di Ketewel Gianyar milik Hardiawan. Anehnya, lahan IHDN di Banyuning Buleleng masih dimanfaatkan hingga kini sebagai mess dosen dan asrama mahasiswa. Pendekatan antara IHDN dan Hardy’s sudah dilakukan, bahkan sudah ada MoU antara keduanya. Pola kerjasama ini ujung–ujungnya nanti untuk mendapatkan aset IHDN sekaligus jejak mark up pengadaan lahan itu bisa hilang dari kejaran penegak hukum. “Namun sudah ketahuan, awal tahun 2014 nanti mulai diperiksa. Termasuk Hardiawan,” imbuh sumber di Kejati Bali yang minta namanya dirahasiakan.
Untuk perkara yang bakal diperiksa ini masih tetap melibatkan para tersangka yang kini telah ditahan di Lapas Kelas II-A Denpasar di Kerobokan. Namun ada dua aktor tambahan yang perannya diduga sangat sentral, yakni Rektor IHDN Denpasar saat ini, Prof Nengah Duija, dan Karo Keuangan bernama Suastika. Ketika diminta konfirmasinya belum lama ini, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali Putu Gde Sudharma enggan menanggapi beberapa masalah yang terungkap lagi secara satu-per satu. Dia hanya mengatakan bahwa setelah kasus dengan lima tersangka ini, masuk ke meja pengadilan, beberapa masalah lainnya tetap dituntaskan. “Kasus lainnya tetap kami usut secara tuntas,” janji jaksa asal Buleleng ini.
Ketika dikonfirmasi salah seorang wartawan bidang hukum, pemilik Hardy’s Hiolding, yaitu Gde Hardiawan membenarkan rencana itu. Bahkan, ia mengakui sempat ada timnya melakukan kajian-kajian termasuk harga. “Ya memang rencana itu ada, namun baru sebatas rencana. Jadi belum ada tukar menukar lahan,” kilahnya.
Bagaimana dengan MoU? “Itu hanya kesepakatan bahwa kami sebagai lembaga penyantun terhadap IHDN Denpasar. Kami buat kerjasama untuk memberikan bantuan terhadap IHDN,”jawabnya mengakui adanya MoU itu.
Lebih lanjut, Hardiawan menjelaskan, kondisi ini berawal dari lahan yang dibeli IHDN di Batubulan berada di tengah-tengah lahan miliknya. Kemudian ada pembicaraan untuk melakukan tukar-menukar lahan, antara lahan IHDN di Batubulan dan Banyuning, Buleleng dengan lahannya di Ketewel. “Namun pihak IHDN ini luasnya sama. Padahal lahan kami jauh lebih mahal, karena di pinggir Jalan Bypass. Jadi kami tidak mau tukar sama,” katanya.
Sementara itu, ketika berusaha dikonfirmasi, Karo Keuangan IHDN bernama Suastika tidak bersedia mengangkat telpon, tetapi Rektor IHDN Prof Nengah Duija berhasil dikonfirmasi. Ketika ditanya terkait tukar guling lahan ini, Duija mengatakan tidak ada. “Nggak ada itu, nggak benar kabar itu,” ungkapnya. Bahkan ketika ditanya, apakah ada rencana mengarah tukar guling, Duija tetap mengatakan tidak.Tetapi dia akhirnya tidak bisa berkutik ketika dikatakan bahwa pihak Gde Hardiawan sudah mengakui. Akhirnya ia mengatakan memang ada rencana itu. “Ya rencana saja ada. Tapi belum diambil tanah kami,” jawabnya.
Namun ketika ditanyakan, terkait rencana mengaburkan kasus mark up itu sehingga tanahnya ditukar. Dia menjawab tidak ada niat seperti itu. “Nggak ada itu nggak ada itu,” kilahnya, kembali dengan suara ngotot.
Seperti diberitakan, kasus dugaan korupsi dalam projek Rp25 miliar lebih di IHDN sudah menetapkan dan menahan lima tersangka, yakni Prof Made Titib, Dr Praptini, Suweca, Sudiyasa, dan Indra Maritin. Putarbalikkan fakta secara terpisah, Ketua Panitia Pengadaan Lahan, Ketut Wisarja yang juga Pembantu Rektor (PR) III IHDN Denpasar, mengatakan penjelasan pemilik Hardy’s Holding ini terbalik dari fakta yang ada. “Janganlah penjelasannya dibalik–balik seperti itu, faktanya saya tahu. Tidak seperti itu,” ujar Wisarja, saat dikonfirmasi wartawan Sabtu (4/1/2013).
Wisarja mengatakan, yang memohon agar lahan ditukar adalah pihak Hardy’s atau Gde Hardiawan, bukan sebaliknya IHDN yang merengek-rengek minta tukar. “Hardy’s yang minta tukar, yang datang pertama pengacaranya Wayan Sami. Kemudian Hardiawan juga sempat datang minta tukar, bukan kami. Ini dibalik namanya,” jelasnya.
Dia juga membantah jika lahan IHDN berada di tengah-tengah lahan Hardy’s Holding dan tidak mendapatkan jalan. Dia mengatakan jalan yang ada saat ini adalah jalan menuju tanah IHDN. Kemudian tidak benar juga tanah IHDN di tengah–tengah punya Hardy’s Holding. “Nggak benar itu, jalan ke lahan IHDN besar,” urainya, sembari menyebutkan pihak Hardy’s lebih belakang membeli lahan di lokasi bekas Balsem Silverclove milik Sudiarta.
Setelah belakangan membeli lahan itu, pihak Hardy’s ingin agar lahannya menjadi satu areal sehingga memohon lewat Dr Praptini (tersangka kasus IHDN yang kini sudah ditahan) untuk menukar lahan. Memang awalnya rencana itu disikapi oleh IHDN, namun seminggu setelah pengajuan permohonan dari Hardy’s malah Praptini sudah ditahan.
“Akhirnya mandeg, Bu Prap sudah dipenjara. Selain itu pola ini sudah sempat ditelusuri, ke Jakarta malah sangat sulit. Ada yang bilang perlu waktu tiga tahun, karena harus juga ada persetujuan DPR,” katanya.
Malahan saat ini peluang terbesar adalah membeli lahan baru, untuk bisa lebih luas, yaitu dengan dianggarkan tahun lalu Rp6 miliar dan tahun ini Rp7 miliar. Saat ini malah berbalik, IHDN akan menawar lahan Hardy’s untuk dibeli. “Pembicaraan sudah dilakukan, kami ingin beli lahan Hardy’s ini,” cetusnya.
Namun dia mengatakan IHDN perlu areal sampai 2 sampai 3 hektar untuk kampus. Bisa dapat 3 hektar milik Hardy’s? “Jelas tidak bisa, mesti bertahap, kalau anggaran Rp. 7 miliar mungkin empat kali lipatnya belum dapat lahan 3 hektar,” jawab pembantu rektor III yang sepertinya sangat fasih bicara urusan tanah. Namun ketika didesak adanya dugaan permainan di balik tukar guling untuk menghilangkan jejak dugaan mark up, dia membantah. Bahkan mengatakan sama sekali tidak ada mark up. “Nggak ada mark up, cek saja,” tantangnya.
Namun sebenarnya, Wisarja sudah sempat diperiksa di Kejati Bali, malahan sudah ditanya tentang pengadaan tanah itu. Ketika ditanya soal itu, dia berdalih diperiksa oleh Kejati untuk kasus lain yaitu kasus terkait lima tersangka yang sudah ditahan saat ini. “Dalam kasus tanah di Batubulan saya belum pernah diperiksa,” kilahnya.
Reporter: bbn/rob