search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
BPS : Kemiskinan Meningkat, Bisakah Upacara Disederhanakan
Kamis, 8 Januari 2015, 18:02 WITA Follow
image

bbn/net/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Panasunan Siregar, mengungkapkan bahwa angka kemiskinan di Bali meningkat. Pengeluaran besar untuk ritual atau upacara agama, diduga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Benarkah?

Hal ini mengemuka dialog bertajuk 'Apakah Upacara Agama Mempengaruhi Kemiskinan di Bali?' yang digelar Biro Humas Setda Provinsi Bali di Aula Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Kamis (8/1/2015).

Panusunan Siregar yang mendapat kesempatan berbicara pertama mengungkapkan bahwa angka kemiskinan Bali meningkat dari 3,95 persen pada periode September 2013, menjadi 4,76 persen di bulan yang sama pada 2014. Peningkatan angka tersebut menurut dia sejatinya masih wajar karena dipicu oleh inflasi dan secara nasional Bali masih menempati peringkat II setelah DKI Jakarta sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan terendah. 

Namun yang menarik perhatiannya adalah item pengeluaran masyarakat miskin. Dari survei yang dilakukannya terhadap komponen pengeluaran non makanan, keperluan untuk upacara agama menempati posisi kedua setelah perumahan. Sementara pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan mendapat porsi lebih kecil. 

Karena itu, Panusunan mempertanyakan kepada Gubernur Pastika tentang penomena tersebut. "Apa bisa disederhanakan tanpa mengurangi esensinya," ujarnya

Terkait survey BPS Bali, Ketua PDHI Bali Gusti Made Sudiana menyatakan, tak ada upacara agama yang membuat miskin. Sebaliknya dia berpendapat bahwa upacara yang begitu semarak di Bali secara tak langsung mendongkrak pendapatan bagi sektor pariwisata

"Wisatawan datang ke Bali bukan semata untuk melihat keindahan alam, melainkan lebih tertarik pada keunikan adat dan budaya yang diaktualisasikan dalam upacara," ujarnya. 

Rohaniawan Hindu Sri Mpu Jaya Prema Ananda berpendapat, kalangan sulinggih telah banyak memberi pencerahan terkait penyederhanaan upacara. "Tetapi apakah apa yang kami sampaikan dapat diterima, dalam pelaksanaannya kembali kepada krama masing-masing," ujarnya. 

Terkait dengan survei yang mengkait-kaitkan upacara dengan kemiskinan, Sri Empu berpendapat, bisa jadi krama yang masuk kategori miskin, makin tak berdaya mengangkat kesejehtaraanya karena terjebak dalam ritual.

Di akhir acara, Gubernur Pastika meluruskan bahwa survei BPS tak mengatakan kalau upacara mempengaruhi kemiskinan. “Yang perlu kita garisbawahi dan mendapat perhatian adalah, kebutuhan upacara menempati peringkat dua dalam pengeluaran non makanan di kalangan masyarakat miskin,” ujarnya. 

Dalam kesempatan itu, Pastika kembali mengingatkan agar yadnya berpedoman pada tatwa. Khusus untuk manusa yadnya, dia berharap agar umat dapat mengaktualisasikannya secara lebih luas. 

“Saya kira manusa yadnya tak sebatas hanya otonan, mesangih dan ritual sejenisnya. Menolong orang miskin dan sakit juga termasuk manusa yadnya,” pungkasnya.

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami