search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Ini Penyebab Bangkrutnya Jaringan Bisnis Hardys
Senin, 20 November 2017, 09:17 WITA Follow
image

beritabalicom/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Pengadilan Niaga pada PN Surabaya memutuskan PT.Hardys Retailindo, PT Grup Hardys, milik Ir.I Gede Agus Hardiawan, pailit alias bangkrut. Ada beberapa penyebab bangkrutnya bisnis retail milik Gede Hardy.
 
Pertama, Hardys pailit karena tidak bisa memenuhi kewajiban total utang Rp 2,3 triliun.
 
"Total utang kami kepada kreditur sebesar Rp 2,3 triliun, dimana Rp 40 miliar adalah utang kewajiban membayar pajak," ujar bos grup Hardys, Ir.I Gede Agus Hardiawan, dalam wawancara dengan Beritabali.com, Sabtu (18/11/2017).
 
Untuk menyelesaikan semua kewajiban (utang) terhadap para kreditur, Gede hardy mengaku kini tengah menjual aset-aset yang dimilikinya dengan bantuan tim kurator yang ditunjuk Pengadilan Niaga Surabaya.
 
"Nilai aset kami sebesar Rp 4,1 triliun, yang kami jadikan jaminan di bank, seperti tanah kami di jalan Prof. Mantra, di Nusa Dua, di Batubulan ex Kresna Karya, dan aset kami lainnya,"ujar Sarjana Teknik Industri dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1995 ini. 
 
Kedua, Hardys bangkrut karena daya beli masyarakat turun, gempuran Mart, dan menjamurnya bisnis online. 
 
"Ada beberapa penyebab (Hardys Pailit), salah satunya adalah adalah daya beli masyarakat yang menurun saat ini, masyarakat saat ini hidup berhemat," ujar bos grup Hardys, Ir.I Gede Agus Hardiawan, kepada Beritabali.com, Sabtu (18/11/2017).
 
Selain daya beli masyarakat yang turun, penyebab bangkrutnya jaringan supermarket Hardys di Bali adalah tumbuh suburnya minimart-minimart di seluruh pelosok Bali hingga ke tingkat desa. Perkembangan mini mart jaringan nasional yang semakin banyak hingga ke pedesaan, ikut membuat omzet penjualan Hardys semakin menurun.
 
"Konsep minimart yang kecil-kecil ini mengena di masyarakat, konsepnya mart yang kecil kecil ini menjadi "kulkas"nya masyarakat, hadir di sekitar pemukiman warga, banyak muncul mart termasuk yang bodong, dengan jaringan nasional yang kuat luar biasa, ini juga yang membuat kami pailit,"ujar Gede.
 
Gede menambahkan, jika dibiarkan, setelah Hardys, akan ada lagi perusahaan lain yang bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan bisnis berjaringan nasional dengan modal yang sangat kuat. Konsep warung, toko, hingga minimarket milik warga lokal Bali perlahan akan hilang diganti minimart modern jaringan nasional.
 
Selain itu, faktor lain yang juga ikut membuat Hardys bangkrut atau pailit adalah karena terlambat mengantisipasi perubahan jaman, yakni bisnis online atau electronic commerce (e-commerce).
 
Ketiga, Hardys pailit karena terlalu ekspansif.
 
"Kami sangat ekspansif dalam rencana mengembangkan jaringan supermarket Hardys, seperti di Ubud, Jalan By Pass IB Mantra, Batubulan, di Ketewel, Dalung, dan akhirnya mangkrak di 12 titik. Sumber (modal) bisnisnya dari uang pinjaman bank, jika uang pinjaman bank ini diam (tidak berkembang bisnisnya), ibarat naik sepeda, jika diam pasti akan "pungkat" (tumbang),"ujarnya.
 
Gede mengaku, strategi pengembangan bisnis Hardys secara ekspansif ini adalah untuk mengejar target IPO tahun 2020 di Jakarta. Ipo adalah Initial Public Offering (IPO) atau penjualan pertama saham umum sebuah perusahaan.
 
"Diluar prediksi, ekonomi global lesu, kami tidak menyangka ini akan ikut berdampak pada dunia retail. Masyarakat berhemat, sementara bisnis online juga merajalela,"ujarnya.
 
Dengan semakin menguatnya bentuk bisnis online, Gede menyatakan bisnis retail konvensional pasti akan bertumbangan.
 
"Apalagi saat ini pengusaha bisnis online seperti Jack Ma (pemilik Alibaba.com) sudah ekspansi ke Indonesia dengan membeli Tokopedia senilai Rp 14 triliun, Jack Ma juga tengah mengembangkan bisnis online hingga ke tingkat desa, marketnya dan modalnya sangat besar, jadi yang masih menjalani bisnis secara konvensional, cepat atau lambat, pasti akan "game" (berakhir)," ujar Gede.[bbn/psk]

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami