search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Malam Budaya Terasa Lebih Berwarna dan Bermakna
Sabtu, 26 Mei 2018, 17:30 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com,Denpasar. Dari esensi joged hingga pantoret ‘Selat Bali’ membuat Jumat (25/5) malam kemarin di wantilan Art Center terasa lebih berwarna dan bermakna.
 
[pilihan-redaksi]
Sang pewaktu telah menunjuk ke jarum jam 5 sore. Tampil sebagai penampil pertama, mengharuskan siswa-siswi dari SMP Negeri 1 Mengwi untuk bersiap lebih awal. Menggarap sebuah bondres yang bertajuk ‘Joged Api’ menandakan bahwa sang penggarap menelisik betul joged yang berkembang di jaman now. 
 
“Joged api, api bagaimana bisa dipadamkan dengan konteks yang positif. Melakukannya dengan mendeskripsikan bahwa kali ini jaman edan dan proses gerakan erotis itu dilawan melalui penanyangan sebuah joged di tahun 1912 yang riil,” papar I Gusti Nengah Hari Mahardika. 
 
Pria yang telah lama berkecimpung dalam dunia kesenian Bali ini pun mengharapkan dengan garapan ini dapat memberi pesan kepada masyarakat bahwa joged mutlak untuk dilestarikan dengan esensinya yang masih kental akan tradisi dan budaya. 
“Semoga bisa paham tentang konteks joged yang sebenarnya, dan dalam garapan ini ada tokoh yang bernama I Lantang yang nantinya memberi kontribusi positif dengan cara menanyangkan video joged riil di tahun 1912,” jelasnya mantap. 
 
Memakan waktu selama 3 bulan, waktu latihan tidak sepenuhnya berjalan lancar. Sebab, kegiatan ujian dan lainnya membuat pria berbadan jangkung ini pun harus bersabar. “Anak-anak ujian dan saya juga ada persiapan untuk mengisi acara di PKB (Pesta Kesenian Bali) sehingga latihannya menyesuaikan. Kapan semua lengkap pas itu latihan dengan serius,” ujarnya. 
 
Dalam waktu persiapan yang terbilang singkat, para seniman cilik SMPN 1 Mengwi berhasil mengundang gelak tawa sekaligus memberi pesan kepada khalayak yang menonton. “Kami tidak ada ganti pemeran sebab saya pribadi berprinsip untuk mengambil siklus anak-anak yang meyesuaikan dengan lokal jenius yang ada di SMPN 1 Mengwi,” tambahnya dengan senyum.
 
Serupa namun tak sama, SMP Negeri 8 Denpasar yang didaulat sebagai penampil kedua juga mengawali garapan mereka dengan bebondresan. Namun, mengingat bulan ini adalah parade sastra, Septian Efendy, pembina teater SMPN 8 Denpasar memasukkan pantoret (kolaborasi pantomim dan operet) ke dalam garapannya. 
 
“Saya berkoordinasi dengan guru kesenian agar bisa menyelipkan unsur teaternya dan lahirlah pantoret Selat Bali ini,” terangnya. 
 
Meski berstatus sebagai pembina dari luar, Septian justru merasa sangat bersemangat. “Teater ini baru ada di SMP 8 dan rencananya bisa menjadi pelatih tetapnya,” ujar mahasiswa semester 4 ini seraya tersipu. 
 
[pilihan-redaksi2]
Garapan ini sendiri mengisahkan asal mula terebentuknya Selat Bali yang dipadukan dengan unsure komedi. “Garapan ini terlintas karena ingin tetap ada unsur budaya Bali, namun agar bisa mempertahankan pesan dan menyelipkan komedinya,” tatarnya yakin. 
 
Lelaki yang mengambil jurusan sastra inggris  di Universitas Udayana ini pun memiliki harapan sederhana untuk adik yang dibinanya. “Lebih disiplin dan semangat, kalau untuk Nawanatya acaranya bagus untuk wadah ekspresi dan tidak lupa akan budaya,” tutup Septian dengan mata yang tak pernah lepas untuk mengawasi anak didiknya.
 
Ajarkan untuk Cinta NKRI
 
Kombinasi garapan pun tampaknya juga dilakukan oleh taman kanak-kanak yang tampil pada pukul 4 sore di kalangan Ayodya, Art Center. Agus Rini Lonak yang menjadi penggarap penampilan TK Kartika VII-I ini pun mengambil berbagai unsur garapan yakni unsur tradisional dan modern. 
 
“Kami memadukan pementasan yang ada modernya namun tak lupa juga karena kami tinggal di Bali ada tradisi Balinya. Tarian Bali dan Nyanyian Aku Bangga Menjadi Anak Indonesia menjadi andalan taman kanak-kanak yang berada dalam naungan TNI (Tentara Nasional Indonesia) ini.
 
Tak kalah unik, TK Saraswati 3 Denpasar menampilkan garapan yang getol akan budaya Bali. dari menari, menyanyi, hingga kecak pun dipentaskan dengan penuh semangat. Penampilan yang menjadi pentolan yakni sebuah garapan kecak mini yang bertajuk Cak Ramayana. 
 
Ni Wayan Kasih yang menjadi kepala sekolah TK ini pun mengaku bersemangat untuk membuat garapan kecak ini. “Kami mencari garapan yang unik dan akhirnya saya memutuskan untuk menggarap kecak ini,” ujarnya. Kedua taman kanak kanak ini berhasil menampilkan garapan yang spesial dan tentunya mengisyaratkan untuk senantiasa melestarikan budaya Bali sebagai salah satu bentuk kecintaan akan negeri. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami