search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Musik Tektekan Aroma Arja
Kamis, 9 Agustus 2018, 20:40 WITA Follow
image

istimewa

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Sebuah pementasan yang memadukan musik tektekan dengan seni arja coba dihadirkan oleh Sanggar Omelan I Kayu Bolong, Desa Kukuh, Tabanan. Pementasan musik tektekan dengan nuansa arja ini dihadirkan serangkaian kegiatan Bali Mandara Mahalango V tahun 2018 di panggung Madya Mandala, Taman Budaya, Denpasar, Rabu malam (8/8).

Pengamat seni sekaligus kurator Bali Mandara Mahalango V, I Wayan Dibia menilai nuansa arja terasa lebih mendominasi dibanding musik Tektekan. Padahal sesungguhnya musik ‘Tektekan’ merupakan pertunjukkan musik yang didominasi musik bambu yang dipukul dan menghasilkan suara tek-tek yang berirama. “Pertunjukkan terkesan pertunjukkan  arja yang diiringi musik tektekan. Nanti setelah keluar Rangdanya baru kelihatan musik tektekan. Itu yang menjadi trendmark mereka,” ulas Dibia

Ada beberapa catatan apresiasi dari Dibia terkait penampilan Sanggar Omelan I Kayu Bolong. Pertama, opening tektekan di awal pertunjukkan kurang terlalu kuat. Kedua, musisinya tidak terlalu peka dengan adegan dramatik. “Yang ketiga secara teknis mereka masih kurang menguasai dalam mengiringi cerita dalam pertunjukkan itu,” kata Dibia.

Ketua Sanggar Omelan I Kayu Bolong, Desa Kukuh, I Wayan Arsana memiliki sudut pandang yang berbeda soal pementasan sanggarnya yang terkesan pertunjukkan arja yang diiringi musik tektekan. “Kalau itu karena pakem kita tetap pertahankan. Pakem seninya memang seperti itu. Kita tetap berpegang teguh pada pakem ,” ujar Arsana .

Arsana menjelaskan, pakem seni pertunjukkan yang ditampilkannya memang diawal harus terlihat raja, yang ditangkili oleh punakawannya Punta dan Wijilnya itu. Namun pada gilirannya pertarungan antara hitam putih ditunjukkan bahwa konsep kita di Bali ini adalah konsep rwa bhineda yang diiringi musik tektekan.

Menurut Arsana, pertunjukkan tektekan yang mengangkat cerita Katundung Ratna Manggali memiliki pesan agar masyarakat dalam kehidupan tetap semangat, banyak melakukan kebajikan-kebajikan, membela kepentingan umum, kepentingan negara, kemudian kepentingan masyarakat. “Hindari hal-hal yang bersifat buruk yang menimbulkan kejadian-kejadian yang tidak kita harapkan. Karena apa ? Karena kita ingin semuanya selamat. Kita ingin semuanya sejahtera, kita ingin semuanya selalu dalam lindungan yang mahakuasa,” papar Arsana.

Dalam penggarapan pementasan ini, Arsana melibatkan 65 personil mulai dari penabuh,penari dan pengaman. “Kami latihan empat sampai lima kali saja untuk memantapkan, karena sudah sering tampil di pariwisata,” jelas Arsana. Sanggar Omelan sendiri sering pentas di kawasan Wisata Nusa Dua, bahkan pernah pentas di Solo, Probolinggo dan Jakarta sejak didirikan tahun 1993.[bbn/rls/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami