search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Hobi Nikmati Intip Orang Mandi dan Berhubungan Seksual, Normalkah?
Minggu, 27 Oktober 2019, 14:00 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Tanya:“Dok, saya mau tanya tentang adik saya, laki-laki dua puluh satu tahun, yang hobinya mengintip orang mandi, mengintip mereka yang sedang berhubungan seksual. 

[pilihan-redaksi]
Dia sampai bela-belain memasang hidden cam untuk melakukan hal ini. Saya tanya, dia pernah punya pacar, tetapi tidak berminat buat bermesra-mesraan karena katanya dia tidak pede buat hanya sekedar mencium pacarnya. 

Saat ini dia sudah tidak punya pacar dan menikmati aktifitasnya. Saya sebagai kakaknya jadi khawatir dok, apa adik saya ini tidak normal?” (Wira, 26th)

Jawab: Sebenarnya hampir semua orang suka melihat secara sembunyi-sembunyi orang lain yang sedang telanjang. Tetapi yang membuatnya menjadi hal berbeda atau bukan lagi hal normal adalah ketika seseorang menikmati aktivitas mengintip secara terus-menerus dan lebih menyenangkan dibanding melakukan interaksi seksual langsung atau berhubungan seksual langsung. 

Ini disebut dengan voyeurisme yang ditandai dengan adanya dorongan yang tak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, menanggalkan busana atau melakukan kegiatan seksual. Dari aktivitas ini seorang pelaku voyeurisme akan  memperoleh kepuasan seksual

Yang unik adalah bahwa mengintip menjadi satu-satunya cara untuk mendapatkan kepuasan seksual, artinya bagi pelaku voyeurisme sama sekali tidak menginginkan berhubungan seksual dengan orang yang diintip. Berbeda dengan seseorang yang normal, pelaku voyeurisme sudah terpuaskan tanpa harus melakukan hubungan seksual, tetapi bisa memperoleh kepuasan seksual tanpa aktivitas seksual, atau bisa dengan cara masturbasi selama atau sesudah mengintip. 


Seorang pelaku voyeurisme murni tidak akan terangsang jika melihat langsung dan terang-terangan seseorang yang tidak berpakaian di hadapannya. Mereka hanya terangsang dengan mengintip. Yang melatar belakangi seorang pelaku voyeurisme adalah ketidak percayaan diri atau ketidaknyamanan untuk menyalurkan dorongan seksual dengan berhadapan langsung dengan obyek seksual, sehingga lebih nyaman dengan mengintip. 
Alasannya, dengan mengintip mereka sanggup mempertahankan kendali seksual tanpa perlu mengalami ketakutan akan  kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata. 
Selama pelaku voyeurisme menikmati aktifitasnya dan tidak mengganggu kehidupan psikisnya, ini tidak akan menjadi masalah bagi dirinya, kecuali akhirnya dia merasa ada yang salah pada dirinya dan semuanya baginya perlu di “setting ulang” kembali menjadi normal. 
Tetapi jika dia merasa fine-fine saja, maka dia akan hidup dengan “dunianya sendiri” secara seksualitas. Hanya saja, karena obyek yang diintip tentu saja tidak rela dan pastinya keberatan untuk diintip, ini akan membawa risiko yang besar jika akhirnya ketahuan. Risiko itu mulai dari delik aduan kriminal dengan sanksi hukumnya, hingga sanksi sosial dari masyarakat hingga sanksi profesional jika ternyata ketahuan mengintip di tempat kerja misalnya. 

Satu lagi, karena dengan aktifitas voyeurisme ini tidak terjadi interaksi seksual secara langsung, tentu saja tujuan untuk bereproduksi tidak akan bisa tercapai. 
Secara fisik tidak bisa dibedakan antara orang normal dengan pelaku voyeurisme. Bila yang bersangkutan tidak mengaku dan berkisah bahwa dirinya melakukan aktifitas voyeurisme, mungkin tidak akan pernah ada yang tahu kecuali suatu memang ketahuan. Tetapi beberapa tanda-tanda sesungguhnya bisa dikenali sebagai pertimbangan indikasi kemungkinan seseorang adalah pelaku voyeurisme. 

Seringkali seorang pelaku voyeurisme menggunakan berbagai cara untuk bisa mengintip dan melihat adegan dan pemandangan seksual, seperti menaruh cermin atau kamera di tempat tersembunyi. Ada juga yang memasang tape perekam agar bisa mendengarkan percakapan orang yang sedang berhubungan seksual. Itu contohnya.


Apakah hobi mengintip ini bisa disembuhkan? Kembali lagi ke pelakunya. Bila dia merasa nyaman dan tidak ketahuan, maka baginya hidupnya bisa dilanjutkan seperti biasa saja. Kecuali yang akhirnya mungkin ketahuan dan merasa perlu kembali buat berperilaku seksual yang normal tentu akhirnya berniat buat mencari upaya pemulihan. Penanganan untuk pelaku ini bisa dilakukan dengan terapi sikap atau behavioral therapy. 

Tetapi sekali lagi, biasanya seorang pelaku voyeurisme akan sangat sulit menjalani terapi ini jika tidak dipaksakan atau dengan kesadaran sendiri. Tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya, modal utamanya hanya kesadaran si pelaku saja untuk pulih dan tidak berusaha mengintip lagi.

Reporter: bbn/oka



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami