search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tantangan Inovasi dari Gumi Serombotan
Minggu, 13 September 2020, 10:00 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta, bersemangat saat menyampaikan sindiran tajam yang dilontarkan warganya terkait kondisi Nusa Penida, jauh sebelum berkembang pesat seperti sekarang. 

“Kalau Kabupaten Gianyar kayu yang diukir. Nusa Penida itu jalan yang diukir,” Sindiran ini membutnya jengah (tertantang). Berbagai pembangunan dan promosi diarahkan untuk menggerakkan denyut nadi perekonomian di wilayah yang sering disebut Nusa Gede ini. Salah satunya adalah Festival Nusa Penida yang mulai digelar tahun 2015.        

Dengan berbagai usaha, akhirnya Nusa Penida bisa seperti sekarang: berkembang sangat pesat. Setelah berkembang, permasalahan bukannya semakin berkurang, namun justru tambah kompleks. Saat ini Nusa Penida sudah mulai macet. Pembangunan villa dan infrastruktur pariwisata, baik yang dilakukan oleh penduduk lokal maupun investor seolah-olah tak terkendali. 

Mungkin inilah yang dinamakan bulan made pariwisata di Nusa Penida dan Nusa Ceningan, menyusul saudara mereka di Nusa Lembongan. Namun, gerak liar pariwisata yang merusak tatanan lingkungan patut dikendalikan. Usaha-usaha untuk mengantisipasi perubahan patut dirumuskan bersama dan dijalankan dalam bentuk kebijakan publik yang merekognisi kedaulatan publik yaitu rakyat (Nusa Penida) sendiri. 

Tuntas Pribadi     
    
Bupati Suwirta mengungkapkan bahwa kondisi masyarakat yang terjadi sekarang di Bali patut diperhatikan secara serius. Jika diperhatikan secara cermat, pemerintah kini seakan-akan mengikuti keinginan masyarakat, bukan kebutuhannya. Ada gap (kesenjangan) antara keinginan atau kebutuhan yang semakin tinggi. Pembangunan akan terus berlangsung tanpa pernah selesai. Masyarakat bisa mencerna kebutuhan pembangunan dan dampak perubahan yang mereka rasakan. Tapi selalu saja yang terjadi adalah masyarakat tidak akan pernah puas.

Salah satu cara yang dilakukan Bupati Suwirta untuk bernalar sehat dan mencoba membangun daerahnya adalah “menuntaskan diri sendiri” terlebih dahulu. Hal itu secara tersirat ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam kuliah umum Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) bekerjasama dengan Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Warmadewa yang bertemakan “Inovasi Pelayanan Publik: Pengalaman Kabupaten Klungkung dan Luar Negeri” pada 2 Oktober 2019.

Sosoknya hadir dari kalangan professional dan tidak mempunyai kepentingan (partai) politik dan motivasi mengeruk keuntungan dari jabatan politik. “Hidup saya itu dua kali. Pertama menjadi manajer koperasi dan kedua menjadi bupati. Tidak ada kepentingan bisnis, investor ataupun partai,” ujarnya. 

Ia melanjutkan bahwa ada nilai yang ia yakini saat berkompetisi merebut jabatan bupati dan kemudian memutuskan untuk “mengabdi” setelah menjabat sebagai bupati. Kata “mengabdi” baginya mempunyai nilai yang dalam, bukan hanya pemanis belaka. 

“Saya meyakini jika kita serius mengabdi maka kita akan memberikan yang terbaik dan jangan pernah menjadi yang terbaik. Ini berbeda jika kita berkompetisi. Kita akan memberikan yang terbaik sekaligus juga menjadi yang terbaik,” ujarnya. 

Karena komitmen mengabdi itulah Bupati Suwirta dan jajaran birokrasinya menggerakkan roda inovasi di Klungkung. Hal ini secara personal ia lakukan agar menjadi berguna bagi orang lain, terutama rakyat Klungkung yang mempercayai menjadi pemimpin. Hingga periode kedua masa kepemimpinannya, harapan akan reformasi birokrasi di Bali terlihat secercah harapan. Bagaimana itu bisa terjadi?    

Rumah Inovasi

Bupati Suwirta mengungkapkan bahwa tantangan terbesar menjadi pemimpin di Indonesia terutama adalah mental. “Boleh banyak orang pintar dan mengkritik segalanya, tapi sedikit yang betul-betul mampu mengeksekusi dan yang terpenting mempunyai kekuatan mental untuk menghadapi berbagai ujian,” ungkapnya. 

Eksekusi itulah yang ia lakukan. Klungkung kemudian meluncurkan program “Rumah Inovasi Gema Santi, Suara-Suara Kedamaian” yang terdiri dari berbagai program pada 16 Desember 2015. Program ini mendahului PP 38 Tahun 2017 tentang inovasi pemerintahan daerah. Rumah inovasi ini hadir untuk menggenjot sekaligus mempercepat pelayanan publik di berbagai dinas kepada masyarakat. Tujuan utamanya adalah jika pelayanan publik berlangsung baik, program-program kerja pemerintah berjalan lancar di tengah masyarakat, maka kesejahteraan tidak mustahil akan terwujud. 

Beberapa diantara program-program inovasi Kabupaten Klungkung yang menyita perhatian pemerintah pusat dan publik secara luas adalah “Klungkung Mesadu”, “TOSS” (Tempat Olah Sampah Setempat), “Bima Juara”, dan “Interpreneur Masuk Desa”. Aplikasi “Klungkung Mesadu” misalnya berusaha mendekatkan permasalahan yang terjadi di masyarakat dengan pemerintah. Proses yang komunikatif ini diharapkan berlangsung responsif untuk secara cepat menyelesaikan permasalahan yang dialami masyarakat dalam berbagai hal. 

Sejatinya, pondasi inovasi pelayanan publik adalah komitmen untuk mewujudkan visi perubahan itu sendiri. Sebelum inovasi publik dijalankan, yang perlu diperhatikan di awal adalah visi perubahan. Artinya harus ada visi baru yang berkomitmen untuk melakukan perubahan total menuju yang lebih baik. Berdasarkan kekuatan visi perubahan itulah kerja-kerja inovasi dilanjutkan. 

Sudah tentu perumusan kebijakan publik yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan tidaklah mudah. Permasalahan yang dihadapi sudah pasti akan sangat rumit terus berubah-ubah, dan datangnya bertubi-tubi. Di sinilah nanti kompleksitas perumusan kebijakan akan menemui masalahnya.

Namun itulah tantangannya. Klungkung memberikan kita cermin bahwa menjalankan roda inovasi kebijakan publik adalah perpaduan visi kuat kepemimpinan dan praktik mereformasi birokrasi kita. Satu pekerjaan rumah Bupati Suwirta dan Klungkung adalah menginstitusionalisasi (melembagakan) visi perubahan dan inovasi kebijakan itu pada birokrasi yang nanti ia tinggalkan. Melembangkan visi “niat baik” perubahan serta praktik inovasi pelayanan publik tidaklah mudah. Bupati Suwirta jauh lebih memahami hal ini.     


I Ngurah Suryawan, 
Antropolog dan Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan, FISIP Universitas Warmadewa. 
Peneliti di Warmadewa Research Centre (WaRC). 

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami