Pahlawan Kemerdekaan Timor-Leste Dituduh Lakukan Pelecehan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Vatikan telah mengonfirmasi Gereja Katolik menjatuhkan sanksi kepada pahlawan kemerdekaan Timor-Leste dan pemenang hadiah Nobel, Uskup Carlos Ximenes Belo. Ia dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di Timor-Leste pada tahun 1990-an.
Pusat gereja Katolik dunia Vatikan mengkonfirmasi keputusannya sehari setelah sebuah majalah Belanda melaporkan klaim dari dua orang yang diduga menjadi korban Uskup Belo.
Majalah De Groene Amsterdammer juga melaporkan ada orang lain yang belum berani memberikan kesaksian.
Juru bicara Vatikan, Matteo Bruni, mengatakan mereka telah menerima laporan dan tuduhan "mengenai perilaku uskup" pada 2019 dan dalam setahun Belo sudah dijatuhkan larangan.
Larangan tersebut termasuk membatasi pergerakan Uskup Belo dan dalam memberikan pelayanannya. Ia juga dilarang melakukan kontak dengan anak-anak, bahkan kontak dengan Timor-Leste.
Dalam sebuah pernyataan, Matteo mengatakan sanksi itu "ditetapkan dan kemudian diperkuat" pada November 2021 dan Uskup Belo secara resmi menerima kedua hukuman itu.
Tetapi Vatikan tidak memberikan penjelasan mengapa Paus Yohanes Paulus II mengizinkan pengunduran diri Uskup Belo sebagai kepala gereja di Timor-Leste pada tahun 2002, atau mengapa otoritas gereja mengizinkannya untuk dikirim ke Mozambik, di mana ia bekerja dengan anak-anak.
Berita itu telah mengejutkan Timor-Leste, di mana Uskup Belo selama ini dipandang sebagai pahlawan yang membantu memenangkan kemerdekaannya dari Indonesia.
"Kami di sini juga terkejut mendengar berita ini," kata seorang pejabat di Keuskupan Agung Dili, yang berbicara kepada The Associated Press tapi tidak mau disebut namanya.
Menurut laporan majalah Belanda, dari penyelidikan diketahui jika dugaan pelecehan Belo sudah diketahui oleh Pemerintah Timor-Leste dan pekerja kemanusiaan, serta gereja.
"Uskup memperkosa dan melecehkan saya secara seksual malam itu," kata Roberto, yang mengaku jadi korban, seperti dikutip majalah tersebut.
"Pagi-pagi dia menyuruh saya pergi. Saya takut karena hari masih gelap. Jadi saya harus menunggu sebelum bisa pulang. Dia juga meninggalkan uang untuk saya," kata Roberto.
"[Uang] itu adalah uang tutup mulut. Dan untuk memastikan saya akan kembali lagi."
Majalah Belanda itu juga menulis dari penyelidikan ada indikasi Uskup Belo pernah melecehkan anak laki-laki pada 1980-an ketika dia bekerja di sebuah pusat pendidikan yang dikelola oleh Salesian.
"Saya pikir: Ini menjijikkan. Saya tidak akan pergi ke sana lagi," katanya kepada majalah itu.
Uskup Belo memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1996 bersama dengan sesama pejuang kemerdekaan Timor-Leste, Jose Ramos-Horta, atas kiprahnya mengkampanyekan solusi yang adil dan damai dalam perjuangan membebaskan diri dari Indonesia.
Komite Nobel menolak untuk menanggapi tuduhan tersebut, mereka mengatakan secara umum tidak pernah memberi komentar atas pemenang-pemenang sebelumnya..
Tapi ada pengeculian, ketika komite Nobel menegur pemenang di tahun 2019, yakni perdana menteri Ethiopia, karena krisis kemanusiaan yang terjadi di wilayah Tigray.
Dr Ramos-Horta, ketika ditanya tentang tuduhan itu mengatakan "Saya lebih suka menunggu tindakan lebih lanjut dari Tahta Suci".
PBB mengatakan tuduhan tersebut "benar-benar mengejutkan" dan harus "diselidiki sepenuhnya."
Uskup Belo, yang diyakini tinggal di Portugal, tidak menjawab ketika dihubungi melalui telepon oleh Radio Renascença, radio swasta gereja Portugis. Uskup Belo adalah seorang imam Salesian Don Bosco, sebuah ordo religius Katolik Roma yang telah lama memiliki pengaruh di Vatikan.
Kamis kemarin, Salesian cabang Portugis mengatakan mereka mengetahui "dengan sangat sedih dan heran" dari laporan tuduhan tersebut, tetapi Uskup Belo sudah tidak terkait dengan ordo itu sejak ia bertugas di Timor-Leste.
Namun disebutkan ia masih seorang uskup Salesian, seperti yang tercantum dalam buku tahunan Vatikan. Uskup Belo bukan satu-satunya pejabat gereja di Timor-Leste yang dituduh melakukan pelecehan.
Seorang pendeta Amerika yang dipecat, Richard Daschbach, dinyatakan bersalah tahun lalu oleh pengadilan Dili karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak perempuan yatim piatu di bawah asuhannya.
Richard dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, menjadikannya sebagai kasus pertama pelecehan pendeta di Timor Leste.
Reporter: bbn/net