Perangkat Desa Adat Berpolitik Praktis Jelang Pemilu 2024, Dewa Palguna Ungkap Risikonya
beritabali/ist/Perangkat Desa Adat Berpolitik Praktis Jelang Pemilu 2024, Dewa Palguna Ungkap Risikonya.
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Perangkat desa adat diharapkan tidak berpolitik praktis jelang perhelatan Pemilu 2024 mendatang karena dikawatirkan akan berdampak kurang baik atau rusaknya sistem perangkat maupun masyarakat di desa adat nantinya.
Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional, I Dewa Gede Palguna menyayangkan jika praktik seperti itu terulang kembali karena telah diketahui risiko yang terjadi pada saat orde baru dengan politisasi desa adat.
Sementara saat ini, kata dia, setelah bergulirnya gerakan reformasi semestinya harus berubah dari suasana itu namun malah terulang kembali kesalahan yang sama.
"Saya khawatirkan adalah, kita akan jatuh pada lubang yang sama artinya jika misal, kesadaran politik dari masyarakat adat telah terbentuk dan pilihan benar-benar lahir dari pilihan murni dari masyarakat adat bukan karena ada politisasi dalam artian penggiringan entah itu karena iming-iming kekuasaan atau iming- iming uang maka persoalannya tidak masalah kalau itu benar- benar lahir dari kesadaran publik bahwa dia ikut mengambil tanggung jawab dalam proses demokrasi maka kita tidak bisa membatasi mau mengatasnamakan masyarakat adat atau tidak," paparnya.
Yang tidak benar adalah, menurutnya kalau itu dilakukan mobilisasi politisasi dalam bentuk mobilisasi serta dengan iming-iming ada imbalan politik atau ada imbalan ekonomi tertentu yang kemudian membuat desa adat misalnya dan menjadi terkooptasi, inilah yang dinilai tidak benar.
"Baik menggiring salah satu calon atau menggiring pendapat masyarakat untuk mendukung atau menolak calon tertentu itu sama saja. Tetapi kalau kesadaran itu tumbuh sebagai akibat dari pendapat kritis dari masyarakat adat itu bagus," ujarnya.
Dirinya memperkirakan, dampak buruknya masyarakat adat akan rusak karena jika dilihat dulu ketika rezim otoriter berkuasa kita masih bisa bertahan karena, ada institusi-institusi tradisional yang menyelamatkan bahkan dalam hal tertentu kita bisa terlindung dari represi rezim karena, pranata sosial budaya yang ada di masyarakat tradisonal kita masih bekerja.
"Kalau pranata tradisonal itu harus terkooptasi oleh kekuasaan apalagi menjadi bagian dari alat politik kemana lagi masyarakat akan berlindung tatkala misalnya, terjadi represi dilakukan oleh negara tidak ada perlindungan lain," katanya.
"Sadar atau tidak saat kita berada pada risiko seperti itu. Kesatuan masyarakat hukum adat tidak ada artinya lagi kalau perangkat desa adat sudah menjadi bagian kekuasaan formal atau menjadi bagian dari politik praktis bukan hanya integritas tetapi juga kewibawaan sebagai pranata sosial budaya yang kemudian menghidupi dan dihidupi oleh masyarakat Bali sudah tidak ada lagi kalau sudah seperti ini apa alasan eksistensinya untuk hidup? Akhirnya tidak ada perbedaan masyarakat Bali dengan masyarakat yang lain di luar Bali. Perbedaan itu justru ada di kesatuan masyarakat hukum adatnya. Selama ini dia tetap eksis justru independensinya itu tanpa harus bertentangan dengan negara," bebernya.
Palguna berharap, masyarakat harus diliterasi agar gerakan-gerakan harus mulai mengarahkan sikap-sikap kritisnya ke arah pembangunan literasi dari kesatuan masyarakat hukum adat tanpa menghilangkan hak dari warga merupakan bagian dari kesatuan masyarakat.
"Baik hak sipil maupun hak politik tetapi jika memperalat dan kemudian mempolitisasi atau memobilisasi kesatuan hukum adat itu sendiri lewat kekuasaan dan berupa iming-iming jabatan atau berupa uang itu yang tidak benar," pungkasnya.
Editor: Robby
Reporter: bbn/aga