search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Akademisi: Setop Eksploitasi Tanah Bali untuk Kepentingan Industrialisasi
Selasa, 19 September 2023, 10:45 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/Akademisi: Setop Eksploitasi Tanah Bali untuk Kepentingan Industrialisasi.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana (FP Unud) Prof. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S, mengimbau stakeholder pertanian mengubah cara pandang dalam pemanfaatan tanah. 

Revolusi hijau, tegas dosen Prodi Agroekoteknologi Pertanian itu, telah merubah pola pikir sebagian besar orang yang memandang tanah tidak semata-mata sebagai sumber kehidupan namun tanah dimanfaatkan sebagai “bahan baku” industri. 

“Hentikan eksploitasi tanah untuk kepentingan industrialisasi. Jadi tanah harus dikelola secara efektif dan efisien sehingga tanah ditarget mampu menghasilkan yang setinggi tingginya. Caranya, dengan penggunaan bahan-bahan sintetik dan bibit unggul, fokus masyarakat yang bergerak dalam bidang pertanianhanya memberi makan tanaman, mereka tidak memberi makan tanah," jelas Prof. Ni Luh Kartini. 

Penerapan teknologi modern dengan aplikasi pupuk dan obat-obatan pertanian kimia berdampak pada merosotnya kualitas tanah. 

Prof. Ni Luh Kartini mengingatkan semua pihak untuk konsisten mengembangkan pertanian organik. 

Optimalisasi sumber daya lokal dan kearifan lokal, lanjutnya, hanya bisa dilakukan dengan penerapan sistem pertanian organik. 

“Sumber daya lokal yang dapat digunakan untuk pengembangan pertanian organik adalah cacing tanah,” tuturnya. 

Cacing tanah, katanya, dapat digunakan untuk memproduksi pupuk kascing. Kartini yakin pengembangan pertanian organik dapat didorong untuk dipercepat untuk menghindari ekses penggunaan bahan-bahan kimia di sektor pertanian. 

Dijelaskannya, akibat penggunaan bahan kimia di pertanian telah menyebabkan air susu ibu (ASI) terkontaminasi sehingga berdampak tidak sehat bagi pertumbuhan bayi. 

"Berdasarkan penelitian WHO tahun 1990-an, katanya, seorang ibu yang air susunya terkontaminasi residu kemia akibat konsumsi bahan makanan non organik, sekitar 20% pertumbuhan bayi terganggu akibat ASI sang ibu," paparnya.

Diakuinya, pengembangan pertanian organik di Indonesia masih sangat sempit, hanya sekitar 0,05 juta Ha. Provinsi Bali berpeluang mengembangkan pertanian organik karena, kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan organik semakin tinggi. 

"Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait pengembangan pertanian organik," cetusnya.

Pemerintah Provinsi Bali mendeklarasikan pertanian Bali dikelola dengan sistem pertanian organik tahun 2005. Pada 2009, Pulau Bali mendeklarasikan Bali menjadi pulau organik dan adanya Kebijakan Go Organik 2010 dengan pengembangan 1000 desa organik.

"Yang terpenting sudah disahkan Perda Bali Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Sistem Pertanian Organik, dilanjutkan Peraturan Gubernur (Pergub)Provinsi Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut serta peraturan lainnya. Regulasi ini tinggal dibuatkan petunjuk teknisnya sehingga pertanian organik benar-benar berkembang di Bali,” tutup Kartini.

Editor: Robby

Reporter: bbn/aga



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami