search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Menelusuri Jejak Akulturasi Budaya Tionghoa dan Bali yang Berusia Ribuan Tahun
Jumat, 27 Januari 2023, 17:53 WITA Follow
image

beritabali/ist/Menelusuri Jejak Akulturasi Budaya Tionghoa dan Bali yang Berusia Ribuan Tahun.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Tionghoa dan Bali memiliki keterikatan yang dalam. Hal itu ditandai kebudayaan dan budaya Bali yang hampir selalu dibalut budaya Tionghoa. 

Spirit tersebut menjadi penggerak Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Bali dalam menggelar Festival Imlek Bersama 2574 pada Sabtu 28 Januari dan Minggu 29 Januari di sepanjang Jalan Gajah Mada, Denpasar. 

Mengungkap kemistri Tionghoa dan Bali, INTI Bali juga menggelar dialog budaya pada Kamis 26 Januari 2023 di Kampus ISI Denpasar. Dialog yang dipandu moderator Budayawan dan Jurnalis I Wayan Juniarta ini mengundang tiga budayawan sebagai narasumber. 

Mereka adalah Dr. Drs. I Made Sendra, M.Si., Ida Ratu Shri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa Pemayun dan Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M. Litt. bersanding dengan keynote speaker Ketua INTI Bali Dr. Putu Agung Prianta dan Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. Wayan Kun Adnyana. 

Ida Bhagawan sebagai narasumber pertama memaparkan, dialog budaya yang digelar INTI Bali ini sangat positif karena menyegarkan nilai-nilai akulturasi Tionghoa dan Bali melalui sejarah yang panjang. 

"Semoga dialog ini bisa menjadi tauladan menyebarkan kesejukan di dunia ini. Terlebih terselenggaranya G20 agar Bali bisa menjadi contoh (perdamaian dunia)," ujar Sulinggih yang merupakan Bhagawanta Gubernur Bali.

Tentang sejarah Tionghoa dan Bali, dirinya merujuk prasasti Tabanendra, yang menunjukkan jejak Tionghoa di Bali. Salah satunya kisah Dalem Balingkang dan Kang Ching Wei. 

"Munculah sebuah kebudayaan dimana bersama ditetapkan spiritualnya, budayanya, ekonominya, dan politiknya. Seperti Uang kepeng jadi alat transaksi," ungkapnya.

Ke depan, dia berharap hubungan Tionghoa dan Bali tidak saja tentang budaya, namun dapat bersama membangun manusia Bali yang unggul menuju Bali Kabinawa. 

Dr. Made Sendra dalam paparannya menerangkan tentang revitalisasi akulturasi Budaya Bali Tionghoa tidak saja urusan perdagangan, Bali dan Tionghoa juga berkaitan tentang penaklukan. Hal tersebut tersirat dalam beberapa kisah masa lampau. 

Beberapa akulturasi budaya yang ia cermati yakni, miniatur stupa Ratnagiri Odisa India dan Pura Pagulingan di Gianyar Bali, dan Pagoda di Cina yang mirip dengan Meru di Pura-pura di Bali.

Juga terkait sarana sembahyang di Bali yakni Kwangen, yang selalu berisikan uang kepeng. Dalam uang kepeng Cina sendiri terdapat sejumlah huruf Cina yang artinya harapan-harapan terbaik, seperti Perdamaian, Kebahagiaan dan Ketenangan. 

"Dari segi sejarah, Cina dan Bali memiliki hubungan diplomatik budaya yang sudah berumur 2000 tahun. Sehingga Bali dan Cina memiliki kesamaan genetik budaya," simpulnya. 

Sementara Prof. Dharma Putra menerangkan perspektif akultarisasi Bali Tionghoa dari segi kesusastraan. Dirinya juga mengapresiasi Festival Imlek Bersama. 

"Festival ini bisa edukasi 60 tahun ke belakang, saya sangat terharu dengan festival ini. Ini bisa memberi manfaat, terutama budaya dan ekonomi," tuturnya. 

Esensi perdamaian menurutnya sangat kental terasa melalui akulturasi Tionghoa dan Bali. Kedekatan hingga bertukar nilai spiritualitas dan religius, tapi tidak pernah ada konflik. 

Dialog ini juga diisi dengan tanya jawab, yang disambut antusias oleh peserta yang didomunikasi budayawan dan mahasiswa.

Editor: Robby

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami