6 Jam Diperiksa, Ketua LPD Anturan Resmi Ditahan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan asset dan keuangan LPD Anturan yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp.151 miliar, kini mulai memasuki babak baru.
Ketua LPD yakni Nyoman Arta Wirawan yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, Rabu 22 Juni 2022 resmi ditahan setelah menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng.
Sebelum ditahan, tersangka Arta Wirawan didampingi penasehat hukumnya menjalani pemeriksaan intensif oleh jaksa sejak pukul 10.30 WITA hingga 16.00 WITA.
Usai menjalani pemeriksaan, tersangka yang menggunakan rompi warna oranye digiring ke rumah tahanan (Rutan) Polres Buleleng memakai mobil tahanan Kejari Buleleng.
Kasi Intel yang juga Humas Kejari Buleleng, A.A. Ngurah Jayalantara mengatakan, tersangka ditahan dengan berbagai pertimbangan seperti, agar tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Tersangka Arta Wirawan ditahan selama 20 hari kedepan hingga 11 Juli.
"Setelah melakukan pemeriksaan tersangka Ketua LPD, tim penyidik sudah melakukan rapat ekspose. Hasilnya, tim penyidik mengambil sikap melakukan upaya penahanan terhadap tersangka selama 20 hari kedepan, dengan pertimbangan agar tersangka tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti," kata Jayalantara.
Tersangka Arta Wirawan dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Indikasi kerugian negara, sekitar Rp. 151 Miliar berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat. Ini masih kami kembangkan lagi," jelas Jayalantara.
Dalam penanganan kasus ini, pihak penyidik telah menyita beberapa dokumen pengelolaan keuangan LPD Anturan seperti bilyet giro, sejumlah rekening bank, hingga 12 sertifikat tanah kavling merupakan asset LPD Anturan namun justru dicantumkan atas nama pribadi Ketua LPD dan beberapa dokumen lainnya.
"Kasus dugaan korupsi LPD Anturan masih dalam penyidikan. Kalau kemungkinan ada tersangka lain, ini masih dikembangkan. Masih dalam penyidikan lebih lanjut. Nantinta akan ada pemeriksaan lanjutan," ujar Jayalantara.
Sementara itu Penasehat Hukum (PH) tersangka, Wayan Sumardika justru mempertanyakan terkait penghitungan kerugian negara versi Kejari Buleleng. Sebab menurur Sumardika, dana yang selama ini disebut sebagai kerugian negara merupakan dana nasabah.
Terlebih, LPD Anturan hanya mendapatkan suntikan dana modal dari Pemprov Bali sebesar Rp.4,5 juta.
"Pemerintah punya modal sekitar Rp.4,5 juta. Jaksa mengklaim ada kerugian negara Rp.151 miliar. Dari mana uang ini? Ini adalah uang rakyat (nasabah), jadi bukan tindak pidana korupsi. Uang itu masih ada di tabungan. Tidak ada kerugian negara. Kami semua harus fair dalam penegakan hukum," ucap Sumardika.
Sesuai UU tindak pidana korupsi, sebut Sumardika, kerugian negara harus bisa dihitung pasti. Terlebih lagi, adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), menyatakan dalam pidana korupsi harus ada syarat kerugian keuangan negara.
Bukan hanya itu, menurut Sumardika, pihak Inspektorat tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penghitungan kerugian negara.
"Dalam LPD Anturan berapa ada keuangan negara? Kan cuma Rp4,5 juta. Ya bagaimana bisa diklaim (kerugian negarak Rp151 miliar. Uang siapa yang dihitung itu? UU mengamanatkan bahwa BPK dan BPKP mempunyai kewenangan menyatakan kerugian negara. Nanti kami akan mengajukan keterangan ahli," pungkas Sumardika.
Reporter: bbn/bul