Film Hollywood Berlatar Bali Syuting di Australia, Ini Kata Menpar
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beberapa hari terakhir, beredar kabar tentang film Hollywood atau Amerika Serikat berjudul Ticket to Paradise. Film yang dibintangi Julia Roberts dan George Clooney itu menceritakan tentang Pulau Bali karena putri dari tokoh utamanya menikah dengan pria asal Bali.
Meski belatar Bali, sebagian syuting film tersebut bukan di Bali maupun di daerah lainnya di Indonesia, tapi di Queensland, Australia. Apa yang membuat Ticket to Paradise dan beberapa film luar negeri lainnya lebih memilih syuting di negara lain padahal ceritanya berlatar di Indonesia?
Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, ada berbagai faktor penyebabnya. Ia mengakui, ada sejumlah rumah produksi atau production house (PH) film yang meminta Menparekraf, termasuk dari rumah produksi 'Ticket to Paradise', untuk memfasilitasi syuting di Bali.
Namun, kondisi pandemi Covid-19 di Bali yang saat itu sedang tinggi dengan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mengakibatkan kegiatan syuting film sulit dilakukan.
Selain perihal perizinan, terdapat pula permintaan insentif untuk para pembuat film. Sandiaga mengaku pembahasan terkait dengan hal tersebut memerlukan kolaborasi antarkementerian/lembaga.
"Pada saat itu saya bilang kalau memfasilitasi dari segi kemudahan visa, kemudahan dari segi perizinan syuting, kami sanggup. Tapi, kalau mengenai Covid-19, kami harus patuh terhadap keputusan Satuan Tugas (Satgas)," ungkap Sandiaga dalam Weekly Press Briefing yang digelar secara hybrid, Senin, 4 Juli 2022.
Mempromosikan Bali
Setelah relaksasi kebijakan, sebagian dari PH akhirnya memutuskan syuting di Indonesia, seperti di Infinite Studios, Batam, Kepulauan Riau. Meskipun film seperti Ticket to Paradise menjalani syuting di Australia, lanjut Sandiaga Uno, Indonesia tetap memperoleh keuntungan karena sebenarnya yang dipromosikan adalah Bali.
Film Ticket to Paradise sendiri menceritakan tentang pasangan suami istri yang diperankan George Clooney dan Julia Roberts. Mereka diceritakan sudah bercerai tapi terpaksa terbang bareng ke Bali karena putri mereka hendak menikah dengan pria lokal bernama Gede, yang diperankan oleh aktor Indonesia, Maxime Bouttier.
Film yang baru saja merilis trailer ini rencananya akan tayang di bioskop pada Oktober 2022. Sandiaga juga mencontohkan film Eat Pray Love yang juga dibintangi Julia Roberts dengan setting cerita di Bali dan melakukan syuting di Bali. Dampaknya sangat positif karena setelah filnnya dirilis, minat wsatawan terutama turis asing datang ke Bali semakin meningkat.
Turis ke Bali Meningkat
"Sebagai contoh film Eat, Pray, and Love yang berlokasi syuting di kawasan Ubud, Bali, pada tahun 2010 yang sukses ditayangkan di seluruh dunia. Tidak lama kemudian, kunjungan turis ke Bali, khususnya kawasan Ubud, meningkat tajam, terutama berkaitan dengan gastronomi karena di situ ada Ubud Food Festival dan lain sebagainya," teramg Sandiaga.
Faktor lainnya yang mempengaruhi mengapa film negara lain memilih syuting ala Indonesia di studio adalah terkait efisiensi biaya produksi dari PHtersebut.
Ditambah lagi dengan adanya kondisi pandemi untuk melakukan produksi film seperti pengambilan gambar di Indonesia memerlukan biaya yang besar dan persyaratan dokumen yang lebih detail untuk memitigasi risiko yang mungkin dapat terjadi dengan kedatangan tim produksi dan talenta sing tersebut.
Selain itu beberapa negara seperti Inggris dan AS juga telah memiliki fasilitas studio dan perlengkapan produksi yang lengkap. Mereka bisa 'menyulap' studio tersebut menjadi scene dengan latar belakang lokasi negara yang disesuaikan dengan kebutuhan film tersebut
Faktor lainnya, tambah Sandiaga, adalah soal pemberian insentif. Menurut Sandi, Kemenparekraf fokus pada urgensi pembuatan regulasi terkait pemberian insentif kepada PH lokal maupun asing, terutama yang membawa banyak kru film untuk syuting di Indonesia.
Biaya Tinggi
Pria yang akrab disapa Sandi ini mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi terkait dengan pentingnya aturan tentang pemberian intensif tersebut.
"Tentunya kita akan berkolaborasi dengan badan perfilman Indonesia melalui komisi film daerah, juga mungkin konsultan dan seluruh ekosistem yang terlibat," ujarnya. Ia menyebutkan banyak dari PH asing maupun lokal yang mengeluh karena harus mengeluarkan biaya tinggi jika hendak syuting di Indonesia.
Contohnya, harus ada pengeluaran khusus untuk biaya pengamanan, biaya ketertiban, dan biaya kebersihan sehingga rumah produksi harus mengeluarkan biaya pembuatan film yang besar.
Di sisi lain, syuting film terutama yang mengangkat potensi sebuah daerah maupun destinasi wisata, bisa berdampak positif seperti bertambahnya jumlah wisatawan yang datang.
"Contohnya film Ngeri-Ngeri Sedap yang sedang tayang di bioskop. Syutingnya di Danau Toba, yang berdampak luar biasa pada pariwisata. Saya harapkan ini yang juga nanti bisa ditindaklanjuti dengan langkah kolaborasi agar lebih banyak lagi film-film dunia kelas internasional dan regional," pungkas Menparekraf.(sumber: liputan6.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net