Insiden Nyepi di Sumberklampok, Tim Hukum PHDI Ungkap Ada Unsur Penodaan Agama
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Sat Reskrim Polres Buleleng terus berupaya menangani insiden saat Nyepi di Sumber Klampok.
Setelah mendengarkan keterangan delapan orang saksi termasuk dua saksi ahli, Sat Reskrim Polres Buleleng masih berupaya mengumpulkan lebih banyak bukti yang berkaitan dengan dugaan penodaan agama saat penyepian di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.
Hal itu diungkapkan Kasat Reskrim Polres Buleleng, AKP Picha Armedi S.I.K., yang baru beberapa hari menggantikan AKP Hadimastika Karsito Putro, S.I.K.MH, saat menerima Tim Hukum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, yang dipimpin Ketua Putu Wirata Dwikora, SH, bersama Dr. I Ketut Widia, SH, MH, Nyoman Sunarta, SH, Gede Harja Astawa, SH, Ketut Artana, SH, MH, Agung Kesumajaya, SH, I Wayan Gede Mardika, SH, MH, Selasa 11 April 2023 di Mapolres Buleleng.
Ketua Tim Hukum PHDI Bali Wirata Dwikora, usai bertemu dengan Kasat Reskrim Picha Armedi memberikan apresiasi positif terhadap kinerja Sat Reskrim Polres Buleleng dalam penanganan Insiden saat Nyepi di Desa Sumberklampok tersebut.
"Kami mengapresiasi Polres Buleleng, begitu terjadi peristiwa 22 Maret 2023 yang videonya viral di media sosial, jajaran Kepolisian Resort Buleleng sampai Polsek Gerokgak langsung memberikan atensi, melakukan penyelidikan dan mencari keterangan-keterangan dari Saksi dan terduga pelaku, sampai ditemukan dugaan ada tindak pidana pelanggaran pasal 335 KUHP. Namun, ada perkembangan bahwa penyelidik menelusuri juga dugaan penodaan agama, karena perbuatan pelaku terjadi di Hari Suci Nyepi," ungkap Putu Wirata Dwikora.
Wirata Dwikora menyebutkan, lantaran peristiwa tersebut terjadi di Hari Suci Nyepi yang merupakan hari suci agama Hindu serta perkataan yang dilontarkan menyebut-nyebut Kapolda Bali dengan nada meremehkan, termasuk memaksa membuka portal dan tidak menghiraukan apa yang diingatkan oleh Pecalang yang berjaga di lokasi, maka selain pasal 335 KUHP, ada indikasi pelanggaran pasal 156 atau pasal 156a KUHP.
“Kami mendorong penyidikan diarahkan ke dugaan penodaan agama, karena ucapan dan perbuatannya dilakukan di hari suci Nyepi yang notabene merupakan hari suci agama Hindu, saat berlangsungnya Catur Beratha Panyepian. Kami mendorong Polres Buleleng mengusut indikasi penodaan agama ini dan menginformasikan update perkembangannya kepada publik. Kami mendapat informasi dari komunikasi teman-teman, Polres memang sudah mendalami indikasi penodaan agama, namun yang terekspos ke media hanya pasal 335 KUHP saja. Kasatreskrim membenarkan, bahwa Penyelidik masih mendalami dugaan penodaaan agama, sebagaimana pasal 156 atau 156a KUHP," beber Ketua Tim Hukum PHDI Bali tersebut.
Kasat Reskrim Polres Buleleng Picha Armedi secara terpisah membenarkan, bahwa Polres Buleleng masih mengumpulkan bukti dan keterangan saksi termasuk ahli, untuk mengusut adanya dugaan pelanggaran pasal 156 dan atau 156a KUHP. Kasatreskrim juga menyambut baik dan mempersilakan adanya Ahli untuk memperkaya keterangan dalam kasus yang sedang diproses, berkaitan dengan kasus tersebut.
"Percayalah, kami bersikap professional, memahami perasaan masyarakat dan umat Hindu atas kejadian di Hari Suci Nyepi tersebut. Dan untuk sampai pada kesimpulan atas dugaan-dugaan termasuk dugaan penodaan agama seperti aspirasi yang disampaikan, polisi masih mengumpulkan keterangan dan bukti, agar apapun nantinya hasil penyelidikan, dasarnya sudah kuat sesuai peraturan perundangan yang berlaku," ujar Kasatreskrim Polres Buleleng.
Kasat Reskrim Picha Armedi mengatakan, sejauh ini polisi telah memeriksa 8 saksi dalam kasus tersebut. Dimana dua saksi diantaranya, merupakan saksi ahli pidana dan dari PHDI. Tidak hanya itu, pihaknya juga akan kembali memintai keterangan sejumlah saksi termasuk saksi ahli lainnya.
“Secepatnya kita akan panggil beberapa saksi lagi termasuk saksi ahli pidana. Pemeriksaan saksi hukum pidana untuk menentukan pasal yang digunakan apa nanti biar kita tidak salah dalam menentukan pasal,” ujarnya.
Sementara, dalam pertemuan Tim Hukum PHDI Buleleng dengan Kasat Reskrim berlangsung hangat, Dr. Ketut Widia, Gede Harja Astawa, Nyoman Sunarta dan Ketut Artana, semuanya mengapresiasi sekaligus memberikan catatan, agar kasus dugaan penodaan agama Hindu di Sumberklampok itu jangan sampai dipetieskan, atau dianggap cukup dengan pernyataan maaf bermeterai Rp10.000,-.
"Kami pantau di media, Bendesa Adat Sumberkelampok menyatakan, setelah paruman, perbuatan pelaku pada tanggal 22 Maret 2023 itu dimaafkan, namun meminta aparat tetap melanjutkan proses hukumnya," ujarnya.
Dalam pertemuan itu, Nyoman Sunarta dan Ketut Artana juga menyampaikan, penegakan hukum dapat dilakukan sesuai dengan proses dan ketentuan yang ada sehingga mampu mengembalikan dan memulihkan ke situasi sebelumnya.
"Adapun tujuan proses hukum yang tegas dan adil, sesuai dengan filosofi, tujuan dan asas-asas hukum yang berlaku, bagaimana agar penegakan hukum mampu mengembalikan dan memulihkan ke situasi sebelumnya, yang diwarnai harmoni, kerukunan, persaudaraan, kebhinnekaan, saling menghargai diantara umat yang berbeda. Tujuan penegakan hukum adalah mencegah, agar jangan sampai harmoni yang 99 persen, ternoda dan tertular oleh disharmoni 1 persen yang bisa membesar bila dirasakan tidak ada penegakan hukum yang berkeadilan," beber Sunarta dan Artana.
Sementara, Sat Reskrim Polres Buleleng dalam menentukan kasus tersebut masuk dalam penodaan agama akan diketahui setelah selesai dilakukan pemeriksaan saksi dan gelar perkara. Bahkan, gelar perkara menurut informasi akan dilakukan setelah pemeriksaan saksi dalam minggu ini.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/bul